REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah Pilkada DKI Jakarta selesai, isu SARA disebut-sebut semakin mencuat. Upaya menyatukan kembali keberagaman pun terus dilakukan oleh berbagai pihak. Salah satu upaya untuk memperkuat kerukunan dan keberagaman, yaitu dengan filantropi lintas iman.
Filantropi dimaknai sebagai kegiatan kedarmawanan atau berbagai sumberdaya yang didasarkan pada rasa kasih sayang kepada sesama manusia dengan tujuan mengatasi persoalan dan memajukan kepentingan umum. Dari rilis pers yang diterima Republika.co.id, Direktur Eksekutif Filantropi Indonesia Hamid Abidin mengatakan, salah satu bentuk kegiatan filantropi yang saat ini berkembang pesat adalah religious basied philanthropy atau filantropi yang didorong dan dilandasi ajaran keagamaan.
Biasanya ini dilakukan oleh komunitas, kelompok dan organisasi yang berafilisiasi pada agama tertentu. Meski berbasis agama tertentu, kegiatan berbagi dan menolong sesama ini dilakukan tanpa membedakan suku, agama, ras dan antargolongan.
"Praktik filantropi lintas iman ini relevan dengan kondisi saat ini di mana persatuan bangsa dinilai dalam ancaman serius," kata Hamid.
Hamid menjelaskan, kegiatan yang dilakukan seperti memberikan sumbangan dan bantuan kepada individu atau kelompok-kelompok lainnya, tanpa melihat latar belakang penerima. Menurut dia, selain berkontribusi merekatkan kerukunan dan toleransi, filantropi juga mendorong kemajuan ekonomi, kesehatan, pendidikan, serta pemberdayaan masyarakat.
Hamid menegaskan, pendekatan kesejahteraan yang ditawarkan melalui filantropi, dinilai menjadi solusi bagi masalah radikalisme dan terorisme yang diakibatkan karen kesenjangan. Dia pun menuturkan, tidak sedikit kendala yang didapat untuk kegiatan filantropi, seperti adanya kecurigaan akan adanya misi atau doktrinasi agama atau keyakinan tertentu.
"Jadi beberapa komunitas, biasanya berkolaborasi dengan kelompok setempat untuk meminimalisir kecurigaan tersebut," kata Hamid.