REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengungkap KPK segera menyampaikan sikap resminya terhadap Panitia Khusus Angket DPR terhadap KPK. Hal ini setelah KPK meminta masukan kepada sejumlah ahli hukum tata negara beberapa hari terakhir ini.
"Jadi kami pelajari dulu, insya Allah besok pagi kami berlima pimpinan sudah sepakat sikap kita," ujar Agus usai buka puasa bersama dengan Komisi III DPR RI di Masjid Baiturrahman Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada Rabu (14/6).
Menurut dia, saran dari para ahli menyebut pembentukan Pansus Angket KPK tersebut cacat hukum. KPK akan menggunakan saran tersebut sebagai pertimbangan untuk menentukan sikapnya apakah akan hadir kalau ada panggilan dari pansus.
"Karena misalkan, kita misalkan, kalau cacat hukum lalu kami menolak hadir, itu bisa juga kan. Kami pelajari dulu," ujar dia.
KPK juga masih akan melihat dan mempelajari rencana pansus memanggil dan meminta keterangan dari Miryam sebagaimana diputuskan pada rapat hari ini. Agus mengatakan KPK perlu mengetahui apakah ada aturan yang memungkinan tersangka untuk dihadirkan di pansus.
Sebab, bisa saja ada aturan yang tidak mewajibkan tersangka dihadirkan. Sebab, Agus berpendapat, pansus tidak perlu memanggil tersangka pemberi keterangan palsu dalam kasus korupsi KTP elektronik itu.
Tanpa memanggil Miryam pun, Agus menyatakan, pansus akan mendapat jawaban Miryam melalui persidangan dalam waktu dekat. "(Kasus Miryam) Akan segera kami naikan kok (ke persidangan)," ujar Agus.
Sebelumnya, Panitia Khusus Hak Angket KPK menyatakan akan memanggil tersangka Miryam pada Senin (19/6) mendatang. "Hari ini keputusannya adalah kita akan memanggil untuk pertama kali untuk kita konfirmasikan Miryam S Haryani," ujar Wakil Ketua Pansus Angket KPK Taufiqulhadi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Taufiqulhadi melanjutkan, salah satu alasan pemanggilan lantaran adanya surat bantahan Miryam kepada Pansus Hak Angket KPK. Dalam surat tersebut, Miryam menegaskan tidak pernah ditekan oleh enam anggota DPR, seperti yang disebut penyidik KPK Novel Baswedan di persidangan.