REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan iklan rokok sengaja dibuat untuk menyasar kelompok rentan, yaitu anak-anak dan remaja untuk menjadi perokok-perokok baru.
"Iklan rokok iklan paling manipulatif dan membohongi konsumen karena yang diiklankan bertolak belakang dengan yang dijual. Sudah seharusnya iklan rokok di televisi dilarang," kata Tulus dihubungi di Jakarta, Jumat (16/6).
Tulus mengatakan produk tembakau dan rokok yang adiktif sudah seharusnya tidak diiklankan karena bersifat adiktif. Negara-negara Eropa sudah melarang iklan rokok sejak 1960 dan Amerika Serikat sejak 1973. "Bahkan negara-negara penghasil tembakau terbesar di dunia seperti Cina dan India pun sudah melarang iklan rokok. Di Asia Tenggara, hanya tinggal Indonesia yang masih mengizinkan iklan rokok di televisi," tuturnya.
Tulus menyebut paparan iklan rokok terhadap anak-anak dan remaja di Indonesia merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara. Paparan iklan rokok terhadap anak-anak dan remaja di Indonesia mencapai 89,3 persen. Hal itu sangat kontras bila dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, misalnya Brunei Darussalam (6,7 persen), Laos (1,3 persen), Malaysia (9,2 persen) dan Myanmar (8,8 persen).
"Karena itu, iklan rokok harus menjadi perhatian karena sasarannya adalah kelompok rentan yang seharusnya tidak terpapar. Iklan rokok harus dilarang ditayangkan di media penyiaran," katanya.
Tulus berharap Komisi I DPR yang telah menyelesaikan naskah Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran tetap konsisten untuk melarang iklan rokok meskipun Badan Legislasi menentang larangan iklan rokok.