REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerima surat dari Pansus Hak Angket KPK terkait permintaan pemanggilan mantan anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani dalam rapat Pansus di gedung MPR/DPR RI. "Kami sudah terima surat dari DPR yang ditandatangani oleh Wakil Ketua DPR dan tentu kami menghormati fungsi dan pengawasan yang dilakukan oleh DPR," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Jumat (16/6).
Penghormatan itu salah satunya adalah dengan merespons surat tersebut di mana KPK juga perlu memastikan apa yang akan dilakukan oleh KPK. "Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, KPK tidak ingin dan tidak boleh juga melanggar hukum," katanya.
Febri menyatakan, respons surat itu nantinya berdasarkan pertimbangan dan KPK juga akan melihat Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). "Kami akan lihat posisi KPK dalam pelaksanaan tugas penyidikan sampai dengan persidangan. Kami juga perlu memisahkan antara proses politik dan proses hukum, jadi itu lah yang akan menjadi dasar respons KPK," kata Febri.
Febri menyatakan, KPK akan menyampaikan respons atas surat dari DPR tersebut paling lambat pada Senin (19/6). "Nanti jawabannya selengkapnya akan kami sampaikan. Ya paling lambat kami sampaikan Senin," kata Febri.
Usulan hak angket dicetuskan saat KPK melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III pada Rabu (19/4), dini hari, karena KPK menolak untuk membuka rekaman pemeriksaan mantan anggota Komisi II dari fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani di luar persidangan terkait kasus KTP Elektronik. Pada sidang dugaan korupsi KTP-el pada 30 Maret 2017, penyidik KPK yang menangani kasus tersebut, Novel Baswedan mengatakan Miryam ditekan oleh sejumlah anggota Komisi III untuk tidak mengakui fakta-fakta menerima dan membagikan uang dalam penganggaran KTP-el.
Nama anggota Komisi III itu, menurut Novel, adalah Ketua Komisi III dari fraksi Golkar Bambang Soesatyo, Wakil Ketua Komisi III dari fraksi Gerindra Desmond Junaidi Mahesa, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Hanura, Sarifuddin Suding, anggota Komisi III dari Fraksi PDI-Perjuangan Masinton Pasaribu, dan satu orang lagi yang Novel lupal.
KPK telah menetapkan Miryam sebagai tersangka memberikan keterangan tidak benar pada persidangan perkara tindak pidana korupsi proyek KTP elektronik (KTP-el) atas nama terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tipikor Jakarta. Miryam S Haryani disangkakan melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.