REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Majelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian (MPPK) PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Ari Fahrial Syam menduga kasus meninggalnya dokter spesialis anestesi Stefanus Taofik saat bertugas di rumah sakit (RS) Pondok Indah-Bintaro Jaya pada 26 Juni 2017 akibat masalah jantung.
Ia mengatakan, jika meninggal mendadak maka masalah diduga di bagian jantung. Hal itu bisa akibat serangan jantung, sumbatan pembuluh darah di jantung. "Yang juga beredar di kalangan teman-teman (dokter) adalah kemungkinan mengalami kelainan irama jantung yang bisa menyebabkan kematian saat yang bersangkutan (mendiang) tidur," katanya saat dihubungi Republika.co.id, di Jakarta, Kamis (29/6).
Apalagi, kata dia, berdasarkan keterangan dari Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesi dan Terapi Intensif Indonesia (Perdatin) bahwa mendiang bekerja di RS baru yang jumlah pasiennya belum banyak. Apalagi, mendiang bukan dokter jaga unit gawat darurat (UGD) yang harus siaga 12 jam karena berhadapan langsung menolong pasien.
Sementara dokter anestesi hanya bertugas ketika terjadi operasi. Selama musim libur Lebaran ini, kata dia, operasi yang dilakukan tidak banyak seperti biasanya. Hanya operasi yang sifatnya darurat seperti usus buntu atau patah tulang bukan terjadwal seperti tumor atau kanker.
Setelah selesai operasi, kata dia, dokter spesialis anestesi bisa kembali beristirahat. "Bahkan, kalau tidak ada pasien yang operasi, dokter anestesi bisa beristirahat di ruangannya atau kamarnya," ujarnya. Sehingga, dia mengatakan kematian diduga bukan kelelahan seperti yang diberitakan.
Ia menambahkan, rumah sakit pun memiliki jam kerja untuk para dokternya. Ia menjelaskan jam kerja dokter tergantung beban kerjanya, antara delapan hingga 12 jam. Dokter dengan jam kerja 12 jam hanya untuk dokter jaga di ruangan yang bisa istirahat saat pasien sepi. Namun, kata dia, secara umum dalam 24 jam, ada tiga shift dokter yang bertugas. Artinya setiap doker bekerja selama delapan jam.