REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kerukunan antar sesama anak bangsa akan membuat Indonesia imun dari 'serangan' radikalisme dan terorisme. Karena itu penguatan rasa cinta tanah air dan persatuan, serta semangat Bhinneka Tunggal Ika harus terus dilakukan demi untuk menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Apalagi sekarang masih momentum hari kemenangan Idul Fitri.
“Menjaga kesucian itu tidak melakukan hal-hal yang menyebabkan orang lain itu susah dan tidak menyebabkan orang lain merasa terganggu. Oleh karena itu kita semua harus bisa menjaga kesucian bangsa ini dengan ikut aktif terlibat dalam pencegahan radikalisme terorisme supaya tidak ada gerakan kekerasan yang mengatasnamakan agama apapun di Indonesia,” kata Ketua Lembaga Kajian Agama dan Jender/LKAJ, Prof Siti Musdah Mulia, MA, Kamis (6/7).
Menurutnya, masyarakat Indonesia semuanya harus menjadi bagian dari benteng untuk menjaga NKRI. Karena menjaga persatuan bangsa, membela kehidupan bangsa dan mencintai Tanah Air itu adalah bagian dari kewajiban yang ada di dalam semua agama apapun. Pasalnya, bila negara ini kacau maka sebagai umat beragama tidak bisa menjalankan ajaran agama dengan baik.
“Itu sudah jelas. Sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang beragama, kita wajib menjaga keamanan dan ketentraman serta kemaslahatan masyarakat sebagai bagian dari ajaran agama yang kita percayai,” katanya.
Menurut wanita kelahiran Bone, Sulawesi Selatan, 3 Maret 1958 ini, sebagai warga negara dan sebagai bagian umat beragama, kita semua juga memiliki kewajiban untuk ikut terlibat dalam upaya-upaya pencegahan terorisme sehingga gerakan radikalisme tidak berkembang di Indonesia dengan alasan apapun.
“Ini bukan hanya untuk umat islam saja, tapi untuk seluruh agama. Karena radikalisme itu ada pada semua agama, kebetulan saja karena di Indonesia ini mayoritas beragama islam maka radikalisme yang menguat itu adalah radikalisme yang mengatasnamakan agama islam” ujar wanita yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) ini,.
Musdah menjelaskan, di tiap-tiap negara juga ada radikalisme atas nama agama yang mayoritas seperti di Amerika Serikat, Myanmar, India, dan lain-lain.
“Radikalisme dan fundamentalisme itu ada pada semua agama, ada pada semua kepercayaan. Kelompok-kelompok inilah adalah kelompok yang frustasi dan tidak puas dengan kondisi sekelilingnya. Dia tidak puas dengan kondisi negara, dia tidak puas dengan kondisi pemerintahan yang ada.” .
Orang-orang yang tidak puas ini, menurutnya ada dimana-mana. Mereka boleh saja tidak puas dengan kondisi yang ada, tapi jangan melakukan aksi-aksi yang dapat mensengsarakan orang lain.
“Boleh saja tidak puas dan kecewa, tetapi kekecewaan itu jangan diungkapkan dalam bentuk aksi-aksi yang brutal dan merugikan sesama manusia. Tapi kekecewaan itu mestinya bisa dijadikan sebagai bahan instorpeksi bagi kita apakah kita ini sudah berbuat baik buat seluruh umat, bangsa, negara atau agama," pungkas Musdah Mulia.