REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para mantan pimpinan KPK dalam keterangan kepada media massa mengemukakan bahwa anggota Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPR terhadap KPK dinilai memiliki konflik kepentingan. Alasannya, banyak anggota pansus yang diduga korupsi yang sedang ditangani KPK.
"Keterlibatan anggota DPR dalam kasus KTP-el konteksnya dengan hak angket saya pikir ini (karena) belum paham betul makna dari benturan kepentingan?" kata mantan pimpinan KPK Erry Riyana Hardjapamekas dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Jumat (7/7).
"Bagi saya hak angket atau apapun tidak masalah tapi ketika ada anggota DPR terlibat reaksinya adalah hak angket, itu adalah kemunduran yang sangat besar. Saya sangat prihatin karena ketidakcerdasan ini membuat kita semua menjadi tidak mengerti apa yang dimaksud mereka. Apakah mereka tidak mengerti atau memang sengaja," tambah Erry Riyana.
Konferensi pers itu dilakukan oleh sejumlah mantan pimpinan KPK yaitu Adnan Pandu Praja, Zulkarnain, Taufiequrachman Ruki, Erry Riyana Hardjapamekas, Tumpak Hatorangan Panggabean, dan Chandra M Hamzah. Hadir pula mantan Deputi Penindakan KPK Ade Rahardja dan mantan Deputi Pencegahan KPK Eko Soesamto Tjiptadi.
Sementara, Zulkarnain menilai bahwa hak angket terhadap KPK salah sasaran. "Menurut saya, hak angket salah sasaran, ini domainnya bukan domain angket tapi domain hukum, proses hukum. Pengawasan juga sudah tersendiri di luar konteks yang dilakukan," kata Zulkarnain.
Salah satu pimpinan KPK jilid ke-3 Adnan Pandu Praja menilai, bahwa hak angket terhadap KPK adalah ironi pemberantasan KPK di dunia. "Ironisnya di negara ini, anggota DPR yang terhormat malah membuat bangsa ini semakin terpuruk, anomali terhadap kecenderungan dunia. Jangan sampai dunia mencatat nama-nama anggota di pansus. Saya harap mereka berpikir kembali karena anak cucu mereka akan mencatat bahwa ternyata merekalah yang membuat catatan sejarah kita kembali ke masa kegelapan," tegas Adnan Pandu.