REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wali Kota Jakarta Selatan Tri Kurniadi mengatakan, saat ini pemerintah sedang melakukan pendataan bagi para warga RT 001, 002, 003, dan 004 RW 12 Kelurahan Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan. Menurut dia, akan ada tindak lanjut bagi warga yang kehilangan pekerjaan dan anak-anak sekolah yang kini tinggal di Rusun Rawa Bebek.
"Kan sekarang yang penting anak-anak sekolah biar bisa sekolah. Nggak bisa ditolak. Instruksi gubernur kan jelas anak sekolah harus diterima di (Jakarta) Timur," kata dia ketika dihubungi Republika, Selasa (11/7).
Walau begitu, tak sedikit warga memilih tak memindahkan sekolah anaknya. Yatimah misalnya, baru memasukkan putranya ke sebuah SD di kawasan Bukit Duri. "Baru masuk dua hari," kata dia di rumah kontrakan, Jalan Bukit Duri II, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (11/7).
Walaupun mengontrak, ia mengaku mendapatkan hibah rusun dari warga lain. Namun, baru dua hari tinggal di Rawa Bebek, ia memilih kembali.
Ini adalah hari kedua putra Yatimah masuk sekolah. Pada hari pertama, ia harus membangunkan anaknya jam 05.00 WIB agar tak terlambat masuk kelas. "Kalau sekarang bus masih gratis. Tapi kalau naik bus nggak keuber. Pertama, macet. Kedua, kasihan juga anaknya kalau jam 05.00 dibangunin," kata dia.
Pada hari pertama, Yatimah mengaku putranya pergi ke sekolah dengan ojek online. Karena jarak dirasa jauh, para driver tak mau menggunakan aplikasi. "Rp 60 ribu sekali jalan. Tapi nggak mau sistem lewat ponsel, jadi tawar-tawaran," ujar dia.
Jika menggunakan transportasi lain, seperti bajaj, biaya yang dikeluarkan tak jauh berbeda. Ia berangkat dari rusun pukul 05.15 WIB. Ia harus merayu-rayu anaknya untuk bangun lebih pagi.
Walaupun gratis, Yatimah mengaku tak tega membiarkan anaknya yang baru masuk kelas 1 SD berdesak-desakan di dalam bus. Di pagi hari, bus selalu penuh sebab bercampur dengan ibu rumah tangga dan para pekerja. "Aturan anak sekolah sendiri," kata dia.
Harapan yang sama juga diungkapkan warga lain, Ade Madsari. Empat orang cucunya masih sekolah di sekitar Bukit duri. Dua anak masih TK, seorang masih SD, sedangkan yang lain masih SMP. "Yang TK di Trisula, satu lagi SD kelas 3 di Bukit Duri 03 Pagi, yang SMP kelas 2 di SMP 33 Menara Air. Satu lagi di TK Berdikari," kata dia.
Ade sudah pindah ke rusun Rawa Bebek sejak Mei. Sebelum pindah, ia berkomunikasi dengan para cucu dan menyarankan mereka pindah ke sekolah yang baru. Namun, mereka memilih sekolah di Bukit Duri. "Pada nggak mau pindah karena teman-temannya di sini semua. Katanya di sana sepi. Harus adaptasi lagi," kata dia.
Sejak Mei lalu, para cucu rutin bangun jam 04.00 WIB. Sebelum sampai di halte terdekat, mereka harus berjalan kaki terlebih dahulu. Tak jarang, di pagi hari bus penuh. Mereka terpaksa berdiri sepanjang jalan. "Jadi sama kaya sahur aja. Jam 04.00 WIB harus sudah bangun. Kalau bisa usul ditambah (bus) untuk anak sekolah," kata dia.
Ketua RT 003 Jamal Jamin mengatakan, ada hampir 120 kepala keluarga yang mendapatkan rusun di Rawa Bebek. Mereka umumnya mengeluhkan fasilitas yang belum lengkap di tempat tinggal baru.
Selain sekolah, fasilitas kesehatan, dan pasar yang jauh, mereka juga kesulitan mendapatkan akses ibadah. "Tempat ibadahnya cuma ruang aula. Di Rawa Bebek tanah kosongnya masih banyak. Yang tergusur memang ngajuin ruang ibadah agar Jumatan nggak jauh," kata dia.
Untuk sementara, kini warga berinisiatif membuat aula untuk masjid di setiap dua blok. Ia berharap pemerintah mengabulkan permintaan warga agar dibuatkan tempat ibadah yang representatif.