REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Amerika Serikat (AS) dan Qatar telah menandatangani nota kesepahaman untuk melacak dan memerangi pendanaan kelompok teroris. Penandatanganan itu dilakukan saat Menteri Luar AS Rex Tillerson mengunjungi Doha pada Selasa (11/7).
Dalam nota kesepahaman tersebut, AS dan Qatar sepakat untuk terus melacak sumber-sumber pendanaan kelompok teroris. AS dan Qatar juga akan berkolaborasi serta berbagi informasi guna meningkatkan keamanan di wilayah dan negara masing-masing.
Kendati demikian, negara aliansi anti-Qatar, yakni Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir, dan Bahrain, menilai, nota kesepahaman tersebut dapat lahir karena tekanan berulang yang mereka berikan kepada Doha.
Negara aliansi anti-Qatar mengklaim, selama beberapa tahun terakhir mereka telah meminta dan mendesak Qatar untuk berhenti mendukung terorisme. Walaupun Qatar telah menandatangani nota kesepahaman untuk melacak dan memerangi pendanaan kelompok teroris, namun negara aliansi anti-Qatar menilai hal itu belum cukup.
"Kami meminta kontrol ketat (terhadap nota kesepahaman Qatar-AS) untuk memverifikasi keseriusan Qatar dalam kembali ke jalan yang normal dan benar," kata negara aliansi-Qatar dalam sebuah pernyataan bersama seperti dilaporkan laman Al Araby.
Mereka juga mengatakan, sanksi untuk Qatar masih akan terus berlanjut. "Sanksi terhadap Doha akan berlanjut hingga pihak berwenang Qatar berkomitmen terhadap pelaksanaan tuntutan yang adil dan penuh yang akan memastikan bahwa terorisme, stabilitas, dan keamanan di wilayah tersebut ditangani," ucapnya.
Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman al-Thani mengatakan, Qatar adalah negara pertama di wilayah tersebut yang menandatangani kesepakatan untuk memerangi penadanaan kelompok teroris. Ia pun meminta negara aliansi anti-Qatar bergabung dan berpartisipasi dalam kesepakatan terkait.
Kendati demikian, al-Thani menegaskan, penandatanganan nota kesepahaman itu tidak dilakukan atau tidak terkait dengan krisis dan blokade yang sedang dihadapi negaranya. Menurutnya, ini memang merupakan komitmen Qatar untuk memerangi terorisme.
Pada 5 Juni lalu, Arab Saudi, Mesir, Bahrain, dan Uni Emirat Arab memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar dan memblokade seluruh akses dari dan menuju negara tersebut. Hal itu dilakukan karena keempat negara menuduh Qatar menjadi pendukung dan penyokong kelompok ekstremis dan teroris di Teluk. Tuduhan tersebut segera dibantah oleh Doha.
Belakangan negara-negara Teluk mengajukan 13 tuntutan kepada Qatar. Tuntutan tersebut harus dipenuhi bila Qatar ingin terbebas dari blokade dan embargo. Namun Qatar telah menyatakan bahwa poin-poin dalam tuntutan tersebut tidak realistis dan mustahil dipenuhi. Qatar bahkan menyatakan bahwa tuntutan itu merupakan intervensi terhadap kedaulatannya.
Adapun tuntutan tersebut antara lain meminta Qatar memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran, menghentikan pendanaan terhadap kelompok teroris, dan menutup media penyiaran Aljazirah.