REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Hanura, Miryam S Haryani mengaku keberatan atas dakwaan memberikan keterangan palsu. Hari ini, Miryam menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakarta. "Saya keberatan atas dakwaan yang dibuat oleh jaksa karena saya tidak mengatakan keterangan yang tidak benar sesuai dengan pasal 22 itu. Jadi saya tidak tahu keterangan yang mana yang dirasa tidak benar itu menurut jaksa, padahal saya sudah memberikan keterangan yang benar itu di pengadilan," kata Miryam, seusai persidangan.
Dalam perkara ini, Miryam didakwa memberikan keterangan palsu saat persidangan perkara dugaan tipikor pengadaan KTP elektronik (KTP-el) dengan cara mencabut Berita Acara Pemeriksaan (BAP) pada tahap penyidikan. "Kalau misalnya keterangan yang benar itu dalam penyidikan, nah proses penyidikan yang saya jalani itu saya merasa agak tertekan dan cukup stres terutama yang dominan menekan saya adalah pak Novel. Jadi menurut saya, apa yang dituduhkan sekarang oleh jaksa, saya merasa keberatan sekali," ujar Miryam.
Miryam bahkan meminta agar diberikan perlindungan kepada dirinya karena ia mendapatkan tekanan. "Kalau ada tekanan dari nama-nama itu misalnya ya, kenapa tidak diberikan perlidungan kepada saya. Kok didiamkan. Padahal pemeriksan kesatu, kedua, ketiga, keempat, terus saya ada jeda cukup lama, itu saja," kata Miryam lagi.
Miryam juga mengaku sudah memberikan keberatannya sebagai pengaduan kepada Pansus Hak Angket DPR terhadap KPK. Miryam pun menyatakan, tidak khawatir bila JPU KPK memutar video pemeriksaannya selama di KPK. "Mungkin orang yang tertekan di video dengan orang yang tertekan di fisik berbeda dong, kalau misanya ada orang, misalnya saat marah diam, tertekan itu kan tidak bisa dilihat dari tayangan video itu," katanya lagi.
Penasihat hukum Miryam, Aga Khan menyatakan, bahwa aduan kliennya kepada Pansus Angket KPK itu menerangkan soal penyitaan, penggeledahan, hingga saat penetapan Miryam dalam daftar pencarian orang (DPO). "Nanti Anda bisa lihat, di sidang kami buka sementara perlindungan saksi baru ditawarkan satu hari sebelum diperiksa di persidangan. Itu menurut kami alasan saja untuk menekan bu Miryam," kata Aga.
Pada sidang hari ini, Miryam didakwa dengan pasal 22 jo pasal 35 ayat 1 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP. Pasal itu mengatur mengenai orang yang sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun dan denda paling banyak Rp 600 juta.