REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Komunikasi dan Informatika membantah melakukan voting di situs mikroblogging Twitter terkait dengan pemblokiran layanan chatting Telegram. Kemenkominfo mengatakan akun yang melakukan voting tentang perlu atau tidaknya aplikasi Telegram diblokir bukan milik instansi tersebut.
"Itu bukan akun kami. Akun resmi kami @kemkominfo," ujar Dirjen Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, Samuel Abrijani Pangerapan, kepada Republika.co.id, Sabtu (15/7).
Cuitan berisi voting tersebut dibuat oleh akun @Menkominfo. Akun tersebut mengatasnamakan Kemkominfo pada biodata diri di akunnya. Sampai berita ini dibuat, sudah ada sebanyak 6.802 akun twitter yang mengikuti voting tersebut. Angka tersebut melebihi jumlah pengikut akun itu sendiri yang hanya 4.060 pengikut.
Akun resmi Kementrian Kominfo, yaitu @Kemkominfo. Akun itu juga sudah memiliki tanda checklist sebagai tanda sudah terverifikasi oleh twitternya. Jumlah pengikutnya pun jauh lebih banyak daripada akun yang mengatasnamakan Kementerian Kominfo, yaitu sekitar 661 ribu pengikut.
Kemterian Kominfo pada Jumat (14/7) telah meminta Internet Service Provider (ISP) melakukan pemutusan akses (pemblokiran) terhadap sebelas Domain Name System (DNS) milik situs aplikasi percakapan Telegram. Kementerian Kominfo menyatakan pemblokiran ini harus dilakukan karena banyak sekali kanal yang ada di layanan tersebut bermuatan propaganda radikalisme, terorisme, dan paham kebencian.
"(Ada) ajakan atau cara merakit bom, cara melakukan penyerangan, disturbing images, dan lain-lain yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia," demikian siaran pers Kementerian Kominfo, Jumat (14/7).