REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan pemerintah tidak mengganti nama Laut Cina Selatan menjadi Laut Natuna Utara yang memicu kritik dari Cina.
"Perubahan peta sebenarnya yang di daerah kita saja yang kita kaji. Tidak mengganti 'South China Sea' (Laut Cina Selatan) itu. Tidak," katanya seusai membuka Kongres Teknologi Nasional 2017 di Jakarta, Senin (17/7).
Luhut mengatakan pemutakhiran peta wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dilakukan khusus di dalam zona ekonomi eksklusif (ZEE) sepanjang 200 mil laut dan landas kontinen. "Di dalam zona 200 mil laut itu yang sedang kita kaji," tuturnya.
Namun, Luhut enggan berkomentar lebih lanjut terkait respon Cina atas penamaan Laut Natuna Utara untuk mengganti Laut Cina Selatan yang mengganggap perubahan nama laut itu tidak masuk akal dan tidak sesuai standar penyebutan wilayah internasional. "Nanti kita lihat," ucapnya, singkat. Sebelumnya, pemerintah resmi memutakhirkan peta wilayah NKRI dengan menitikberatkan perbatasan laut Indonesia dengan negara lainnya.
Deputi I Bidang Kedaulatan Maritim Kemenko Kemaritiman Arif Havas Oegroseno mengatakan perubahan peta dilakukan atas perkembangan hukum internasional, juga penetapan batas maritim dengan negara tetangga. Salah satu perubahan yang paling mencolok adalah penamaan resmi Laut Natuna Utara untuk wilayah perairan di bagian utara Natuna, Kepulauan Riau.
Havas menjelaskan penamaan wilayah yang sebelumnya disebut Laut Cina Selatan, itu disesuaikan agar sejalan dengan sejumlah kegiatan pengelolaan migas yang dilakukan di wilayah tersebut. Selama ini, sejumlah kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas telah menggunakan nama Natuna Utara, Natuna Selatan atau North East Natuna dalam nama proyeknya. "Jadi supaya ada satu kejelasan atau kesamaan antara landas kontinen dengan kolom air di atasnya, jadi tim nasional sepakat agar kolom air itu disebutkan sebagai Laut Natuna Utara," ungkapnya.
Sesuai peta lama Indonesia edisi 1953, keterangan mengenai Laut Cina Selatan itu hampir mendekati wilayah Laut Jawa. "Jadi ujung laut Jawa yang berbatasan dengan Selat Karimata itu pada 1953 masih dalam klasifikasi Laut China Selatan," katanya.
Namun, karena peta 1953 itu merupakan dokumen lama, maka pemerintah terus melakukan pemutakhiran (update) dengan memasukkan dan memberikan nama baru di sejumlah wilayah Nusantara. Penamaan Laut Natuna sendiri, kata dia, sebelumnya juga telah ditetapkan pada 2002, kendati sejak 1970-an eksplorasi migas di sana telah menggunakan nama Natuna Utara.
Havas mengatakan Indonesia memiliki kewenangan untuk memberikan nama wilayah di wilayah teritorial Tanah Air. Ada pun untuk kepentingan pencatatan resmi secara internasional dapat dilakukan melalui forum khusus pencatatan nama laut, yakni International Hydrographic Organization (IHO).