Senin 17 Jul 2017 21:54 WIB

KPK akan Beberkan Peran Setnov di Persidangan

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo (tengah) bersama Wakil Ketua KPK Saut Situmorang (kanan) dan juru bicara KPK Febri Diansyah memberikan keterangan pers terkait penetapan tersangka baru pada kasus dugaan korupsi penerapan KTP elektronik (e-KTP) di gedung KPK, Jakarta, Senin (17/7).
Foto: Antara/Ubaidillah
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo (tengah) bersama Wakil Ketua KPK Saut Situmorang (kanan) dan juru bicara KPK Febri Diansyah memberikan keterangan pers terkait penetapan tersangka baru pada kasus dugaan korupsi penerapan KTP elektronik (e-KTP) di gedung KPK, Jakarta, Senin (17/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan membeberkan peran Ketua DPR Setya Novanto dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) KTP-elektronik di pengadilan. KPK menetapkan Setnov sebagai tersangka dalam kasus itu.

"Kami serahkan (bukti-bukti) ke pengadilan dan KPK akan membawa alat-alat bukti yang diperlukan dalam proses itu untuk meyakinkan majelis hakim dan masyarakat untuk meyakinkan bahwa kami berjalan di track yang betul, itu saja," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di gedung KPK Jakarta, Senin (17/7).

Pada hari ini, KPK mengumumkan Setnov yang saat ini menjadi Ketua DPR dan Ketua Umum Partai Golkar sebagai tersangka dalam kasus KTP-El dengan sangkaan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp 1 miliar.

"Perlu saya sampaikan kembali KPK akan terus bekerja keras menangani kasus-kasus korupsi. Perkembangan penanganan KTP-El akan kami sampaikan sebagai bentuk pertanggungjawaban KPK kepada seluruh rakyat Indonesia yang berkomitmen bersama-sama melakukan pemberantasan korupsi. KPK berharap publik mengawal kerja KPK termasuk penanganan KTP-e karena kami sadar masyarakat adalah pemilik KPK sesungguhnya sebenarnya," kata Agus.

Agus juga mengaku tidak gentar terhadap kemungkinan sejumlah saksi yang menarik Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saat persidangan seperti terjadi sebelumnya dalam persidangan untuk terdakwa Irman dan Sugiharto. "Mengenai ada yang menarik BAP, ya itu nanti, sekali lagi adu bukti di pengadilan karena dari sisi yang terjadi saat ini ada yang kita tersangkakan karena kesaksian palsu dan dalam sidang kami akan buka rekaman kalau diminta pengadilan," ujar Agus.

KPK juga tidak takut menghadapi gugatan praperadilan yang diajukan oleh Setnov. "Tidak ada kata untuk menolak (praperadilan), kalau harus kita hadapi nanti kita hadapi," tambah Agus.

Sejumlah saksi yang mengubah kesaksian mengenai Setnov antara lain adalah Direktur Utama PT Sandipala Artha Putra Paulus Tannos. Sebelumnya Paulus mengatakan dua kali bertemu dengan Setnov.

Dalam pertemuan kedua di kantor Setnov di Equity Building, Paulus mengaku hanya berpapasan di lift dengan Setnov. Saat di persidangan pada 18 Mei 2017 Paulus mengakui hanya berpapasan dengan Setnov saat datang bersama dengan pengusaha Andi Agustinus.

"Saya tidak ingat lantai berapa tapi Andi kembali ke mobil untuk mengambil dokumen lalu saya masuk ke lift tapi papasan dengan Pak Setnov, lalu dia tanya mau apa dan saya katakan mau melanjutkan pembicaraan yang di rumah, sedangkan Andi masih mengambil dokumen, sudah selesai karena beliau buru-buru ingin meninggalkan kantornya," kata Paulus pada 18 Mei 2017.

"Tapi di BAP saudara mengatakan pada pagi hari 'Saya bersama Andi Agustinus janjian bertemu di rumah Setnov di jalan Wijaya 13 setelah bertemu di rumah Setnov, saya dan Andi bertemu Setnov dan Andi mengenalkan ke saya 'Ini Pak yang mengerjakan proyek e-KTP' apakah keterangan ini benar?" tanya jaksa Basir.

"Sama seperti yang ungkapkan Pak. Saya datang lebih dulu karena Andi Agustinus terjebak macet. Setelah saya masuk saya memperkenalkan diri saya sebagai Dirut PT Sandipala sambil memberikan kartu nama dan mengatakan saya salah satu pelaksana proyek KTP-E. Tiba-tiba ada telepon jadi beliau menyendiri dan saya menunggu di ruangan. Beberapa menit kemudian staf Pak Setnov memberi tahu saya bahwa beliau ada janji ke luar dan sebaiknya dibuat janji lagi di kantornya. Jadi di pengadilan ini yang benar," tambah Paulus.

"Kenapa keterangannya berbeda?" tanya jaksa Basir.

"Setelah saya ingat-ingat lagi step by step kejadiannya adalah yang saya kemukakan dalam persidangan ini," tegas Paulus.

Selanjutnya, anggota DPR dari fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani juga mencabut Berita Acara Pemeriksaan (BAP) seluruhnya pada sidang 23 Maret 2017 karena ia mengaku diancam 3 penyidik KPK saat proses penyidikan yang menyatakan ada bagi-bagi uang kepada anggota Komisi II DPR oleh Miryam.

Dalam perkara ini sudah ada dua orang yang menjalani sidang di pengadilan sebagai terdakwa yaitu mantan Dirjen (Dukcapil) Kemendagri Irman yang dituntut tujuh tahun dan pidana denda sejumlah Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sejumlah 273.700 dolar AS dan Rp 2,248 miliar serta 6.000 dollar Singapura subsider dua tahun penjara.

Selanjutnya mantan Direktur PIAK Kemendagri Sugiharto yang juga sudah dituntut lima tahun penjara ditambah denda sebesar Rp 400 juta subsider enam bulan serta kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp 500 juta subsider satu tahun penjara.

Terdakwa lain adalah anggota DPR dari fraksi Hanura Miryam S Haryani yang didakwa memberikan keterangan tidak benar dalam persidangan KTP-El dan sudah dalam proses persidangan dengan pembacaan dakwaan pada 13 Juli 2017.

Sedangkan ada juga dua orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka yaitu Andi Agustinus sebagai tersangka dugaan korupsi KTP-El dan anggota DPR dari fraksi Golkar Markus Nari dalam dugaan tindak pidana korupsi dengan sengaja mencegah, merintangi, menggagalkan secara langsung maupun tidak langsung penyidikan, pemeriksaan di sidang KTP-El.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement