Kamis 20 Jul 2017 20:13 WIB

Hakim Beberkan Alur Pembagian Uang dalam Kasus KTP-El

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Terdakwa kasus pengadaan KTP elektronik (KTP-el) Irman (kiri) dan Sugiharto (kanan) menunggu waktu persidang dengan agenda pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (20/7).
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Terdakwa kasus pengadaan KTP elektronik (KTP-el) Irman (kiri) dan Sugiharto (kanan) menunggu waktu persidang dengan agenda pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (20/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Dalam sidang vonis kasus dugaan korupsi pengadaan proyek kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) atas terdakwa mantan direktur jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Irman dan mantan direktur Pengelola Informasi Ditjen Dukcapil, Kemendagri Sugiharto, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta membeberkan pembagian uang yang dilakukan oleh pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong kepada para pejabat Kemendagri dan para anggota DPR RI.

Baca juga, Terdakwa Kasus KTP-El Dihukum 7 Tahun dan 5 Tahun Penjara.

Hakim Franky Tambuwun membeberkan, pertemuan yang dilakukan kedua terdakwa dengan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Diah Anggraini, dan Andi Narogong di Hotel Grand Melia Jakarta menjadi awal mula bagi-bagi uang tersebut. Dalam pertemuan yang digelar pukul 06.00 WIB tersebut, Setya Novanto (Setnov) yang menjabat sebagai ketua Fraksi Partai Golkar datang dan menyatakan kesediannya untuk membantu proses pembahasan anggaran di DPR. "Pada pertemuan di Grand Melia, Setya Novanto mengatakan akan mendukung proyek KTP-el," ujar hakim Franky Tambuwun saat membacakan pertimbangan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (20/7).

Usai pertemuan itu, Andi Narogong dan terdakwa Irman kembali menemui Setnov di ruang kerjanya di Lantai 12 Gedung DPR RI. Saat itu, Andi Narogong dan Irman meminta kepastian Setnov ihwal persetujuan DPR terkait anggaran proyek KTP-el dan Setnov mengatakan kepada mereka bahwa akan mengoordinasikan dengan pimpinan fraksi lainnya.

Andi Narogong pun merencakan penyaluran uang kepada Setnov, Anas Urbaningrum, Marzuki Ali, Charuman Harahap, dan para anggota Komisi II DPR RI. Irman pun mempersilakan rencana pembagian uang tersebut asal tidak mengganggu pelaksanaan karena Irman juga mengatakan sudah ada orang yang akan membiayai pembagian uang tersebut.

"Mengenai realisasi pembagian uang kepada pihak-pihak yang membantu dari laporan Sugiharto yang mendapat informasi dari Andi Agustinus bahwa untuk termin 1, 2, 3, 4 Anang S Sudiharjo sudah menyerahkan ke Andi Agustinus untuk diserahkan ke pihak-pihak di DPR, tapi apakah Andi Agustinus sudah menyalurkan secara langsung ke pihak-pihak di DPR itu, terdakwa 1 tidak mengetahuinya," tutur Franky.

Adapun, sambung Franky, yang menerima bagi-bagi uang tersebut adalah tiga anggota DPR RI Miryam S Haryani, Markus Nari, Ade Komarudin, dan Sekjen Kemendagri Diah Anggraeni. "Yang diserahkan kepada Miryam S Haryani seluruhnya 1,2 juta dolar AS yang diserahkan pertama 100 ribu dolar AS oleh Josep Sumartono sedangkan sisanya dilakukan terdakwa II (Sugiharto) kepada Miryam S Haryani melalui ibunya bertempat di rumah Miryam S Haryani. Uang berasal dari Andi Agustinus, sedangkan jumlah uang yang diterima terdakwa II dari Andi Agustinus seluruhnya 1,5 juta dolar AS yang diserahkan Vidi Gunawan adik kandung Andi Agustinus melalui Yosep Sumartono. Selain itu, terdakwa II juga menerima dari Paulus Tannos sejumlah 300 ribu dolar AS," ungkap hakim Franky.

Dari uang itu, terdakwa II juga menyerahkan ke Markus Nari sebesar 400 ribu dolar AS. Politikus Partai Golkar itu meminta uang kepada Irman karena ikut membantu meloloskan anggaran proyek KTP-el tahap pertama. "Bahwa uang yang diterima terdakwa itu diserahkan kepada Markus Nari sejumlah 400 ribu dolar AS. Uang yang diberikan pada Markus Nari bermula saat Markus datang ke Kemendagri dan meminta uang Rp 5 miliar. Atas permintaan itu terdakwa minta uang kepada Anang S Sudiharjo. Kemudian Anang minta uang kepada Vidi Gunawan (adik AA)," terang Hakim Franky.

Hakim Franky mengungkapkan, pertemuan antara Anang dan Markus berlangsung di dekat kantor TVRI, Senayan. Namun, uang yang diberikan tidak sejumlah yang diminta Markus yakni Rp 5 miliar.  "Hanya ada 4 miliar. Uangnya enggak cukup," dan dijawab Markus. "Enggak apa-apa," kata Hakim Franky menirukan percakapan keduanya

"Kemudian, pada bulan Mei-Juni, Sugiharto menghadap Irman dengan mengatakan 'Pak Irman tadi ada yang datang ke ruangan saya, tadi dia titip uang untuk Ibu Diah 300 ribu dolar AS, untuk pak Irman 300 ribu dolar AS dan saya 100 ribu dolar AS'. Seluruhnya dititip ke terdakwa II yang selanjutnya telah diserahkan ke bagian masing-masing yaitu kepada Diah Angraeni 300 ribu dolar AS, terdakwa I 300 ribu dolar AS dan terdakwa II 100 ribu dolar AS," tambahnya.

Selanjutnya, uang tersebut juga diserahkan kepada Ade Komarudin melalui Drajat Wisnu Setiawan. Terdakwa I juga menerima dari terdakwa II sebesar 200 ribu dolar AS untuk kepentingan penalangan tim supervisi yang dikelola Suciati dan dari uang itu sebesar Rp 50 juta untuk kepentingan diri terdakwa. "Pada 21 juni 2016 atas usulan terdakwa II Sugiharto, Mendagri saat itu Gamawan Fauzi menetapkan konsorsium PNRI sebagai pemenang lelang dengan harga penawaran Rp 5,8 triliun," terang hakim.

Selain nama yang disebut di atas, hakim Anwar juga membeberkan sejumlah nama dan korporasi yang memperoleh keuntungan. Perinciannya, yakni Hotma Sitompul (mendapat 400 ribu dolar AS), Husni Fahmi (20 ribu dolar AS dan Rp 30 juta), Drajat Wisnu (40 ribu dolar AS dan Rp25 juta).  Kemudian, enam orang anggota panitia lelang masing-masing Rp 10 juta, Abraham Mose, Agus Iswanto, Andra Agusalam dan Darma Mapangara selaku direksi PT LEN masing-masing Rp 1 miliar, dan untuk kepentingan gathering dan SBI sejumlah Rp 1 miliar.

Beberapa anggota tim 'Fatmawati' yaitu Jimmy Iskandar alias Bobby, Eko Purwoko, Andi Noor, Wahyu Setyo, Benny Akhir, Dudi dan Kurniawan masing-masing Rp 60 juta. Kemudian, Mahmud Toha Rp 30 juta. Untuk korporasi yang diuntungkan, perinciannya konsorsium PNRI (Rp 137,989 miliar), Perum PNRI (Rp 107,710 miliar), PT Sandipala Artha Putra (Rp 145,851 miliar), PT Mega Lestari Unggul yang merupakan holding company PT Sandipala Artha Putra sejumlah (Rp 148,863 miliar), PT LEN Industri (Rp 3,415 miliar), PT Sucofindo sejumlah (Rp 8,231 miliar), dan PT Quadra Solution (Rp 79 miliar).

"Pemberian uang itu jelas menguntungkan bagi para terdakwa menjadi pertanyaan apakah memang menjadi tujuan para terdakwa yang telah mereka lakukan itu, karena para terdakwa termasuk menerima uang dan pemberian kepada pihak lain dan ikut jadi perantara pemberian dan setidaknya mengetahui pemberian itu," ujar Hakim Anwar.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement