REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Anggota DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Lukman Edy mengungkap alasan sikap Fraksi PKB yang akhirnya bergabung dengan lima fraksi partai koalisi pendukung pemerintah memilih opsi paket A dengan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) 20-25 persen. Menurut Lukman, hal ini karena pemerintah melalui kajian hukum tata negaranya menjamin penerapan presidential threshold 20-25 persen adalah konstitusional.
Ia juga mengungkapkan, pemerintah dapat memberi keyakinan bahwa terkait presidential threshold merupakan open legal policy dan tidak diatur secara eksplisit dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pelaksanaan pemilu serentak. "Ketika pemerintah memberikan itu dengan kajian-kajian hukumnya, kita bisa terima sehingga kemudian perdebatan asas konstitusionalitas, PKB anggap tak jadi masalah karena dijamin pemerintah. Kalau putusan MK berbeda, kami ikut putusan MK," ujar Lukman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Jumat (21/7).
Menurut Lukman, memang pada awalnya Fraksi PKB mendukung opsi paket D yang isinya presidential threshold 10-15 persen. Hal ini karena menurut PKB merupakan besaran ambang batas paling ideal antara nol persen dengan 20 persen. Selain itu juga ada ambang batas parlemen sebesar lima persen.
"Dengan parliamentary threshold lima persen itu naik 1,5. Kalau rata-rata 0,5 persen setiap 5 tahun, artinya kita 15 tahun lebih cepat. Kemudian, ada mengecilkan district magnitude dari 3-10 menjadi 3-8. Tapikan opsi PKB ini tidak diminati fraksi lain," ujar Ketua DPP PKB tersebut.
Karena itu, mau tidak mau sikap PKB pun bergeser dan memutuskan bergabung dengan opsi A bersama fraksi pendukung pemerintah. Ia tidak membantah salah satu alasan memilih bergabung dengan pendukung opsi paket A juga demi menjaga kesolidan dengan fraksi pendukung pemerintah.
"Itu juga bagian. Koalisi pemerintah forum komunikasi yang memungkinkan untuk sering berkumpul. Jadi ini bagian komunikasi yang dilakukan PKB, ada kewajiban diundang pemerintah kami datang, dan forum itu bisa jadi forum hati ke hati, minta dukungan," ujar Lukman.
Namun ia tidak sepakat jika berbeda sikap terkait RUU Pemilu sejumlah partai di luar koalisi pemerintah disebut pembelotan. Menurut Lukman, kepentingan setiap partai dalam Undang-undang Pemilu merupakan bagian upaya memperjuangkan partainya untuk periode yang akan datang.
Karenanya, ia menilai semestinya harus dipisahkan dengan komitmen koalisi dengan pemerintah. "Di RUU pemilu ini berdiri sendiri kepentingannya. Tak bisa disatukan dengan kepentingan bagian dari komitmen di koalisi pemerinntah. Kepentingannya ini untuk periode lima tahun yang akan datang," katanya.