Jumat 03 Jan 2025 14:05 WIB

Presidential Threshold Dihapus, PDIP: Perlu Rekayasa Agar Presiden Punya Dukungan DPR

MK mengabulkan permohonan menghapus ambang batas pencalonan presiden.

Rep: Bayu Adji Prihammanda/ Red: Mas Alamil Huda
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo (tengah) didampingi anggota Wakil Ketua MK Saldi Isra (kiri) dan Hakim Konstitusi Arief Hidayat (kanan) berbincang saat berlangsungnya sidang putusan uji materi undang-undang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (2/1/2025). Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus persyaratan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen kursi di DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang diputuskan dalam sidang pamungkas atas perkara 62/PUU-XXII/2024.
Foto: ANTARA FOTO/Fauzan
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo (tengah) didampingi anggota Wakil Ketua MK Saldi Isra (kiri) dan Hakim Konstitusi Arief Hidayat (kanan) berbincang saat berlangsungnya sidang putusan uji materi undang-undang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (2/1/2025). Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus persyaratan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen kursi di DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang diputuskan dalam sidang pamungkas atas perkara 62/PUU-XXII/2024.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) telah menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) sebesar 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional. Adanya putusan itu membuat seluruh partai politik peserta pemilu dapat mencalonkan presiden dan wakil presidennya masing-masing.

Ketua DPP PDIP Said Abdullah mengatakan, pihaknya akan sepenuhnya patuh dengan Putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang mengabulkan permohonan terhadap pengujian Pasal 222 UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Dengan keluarnya putusan ini, maka ketentuan Pasal 222 tentang syarat pencalonan presiden dan wakil presiden oleh partai politik dan gabungan partai politik paling sedikit 20 persen kursi DPR atau memperoleh 25 persen suara sah nasional dalam pemilu DPR tidak berlaku lagi.

Baca Juga

"Atas putusan ini, maka kami sebagai bagian dari partai politik sepenuhnya tundak dan patuh, sebab putusan MK bersifat final dan mengikat," kata dia melalui keterangannya, Jumat (3/1/2025).

Meski demikian, menurut dia, dalam pertimbangannya MK juga memerintahkan pemerintah dan DPR untuk mengatur dalam undang undang agar tidak muncul pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan jumlah yang terlalu banyak. MK dalam pertimbangannya meminta pembentuk undang undang untuk melakukan rekayasa konstitusional.

Rekayasa konstitusional itu dalam dengan tetap memperhatikan ketentuan agar semua partau politik tetap boleh berhak mengusulkan calon presiden dan wakil presiden (capres dan cawapres). Pengusulan itu juga tidak didasarkan pada presentase kursi DPR atau suara sah naisonal.

Ia menambahkan, pengusulan pasangan capres dan cawapres itu dapat dilakukan gabungan partai dengan catatan tidak menyebabkan dominasi partai atau gabungan partai, yang menyebabkan terbatasnya pasangan capres dan cawapres, dan membuat perekayasaan konstitusional tersebut. Karena itu, MK memerintahkan agar pembuat undang undang melibatkan partisisipasi semua pihak, termasuk partai politik yang tidak memiliki kursi di DPR.

"Atas pertimbangan dalam putusan amar itu, tentu kami akan menjadikannya sebagai pedoman nanti dalam pembahasan revisi Undang-Undang Pemilu antara pemerintah dan DPR," kata dia.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement