REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Pemerintah Amerika Serikat (AS) dilaporkan telah melarang warganya untuk melakukan perjalana ke Korea Utara (Korut). Hal tersebut diungkapkan oleh dua agensi perjalanan yang beroperasi di Korut.
Dua agensi perjalanan tersebut adalah Koryo Tours dan Young Pioneer Tours (YPT). YPT, dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada Jumat (21/7) mengatakan bahwa pihaknya tidak akan lagi membawa warga AS berkunjung ke Korut.
"Kami baru saja diberi tahu bahwa AS tidak akan membiarkan warganya pergi ke Korut. Larangan tersebut akan berlaku 30 hari sejak 27 Juli. Setelah 30 hari masa tenggang, setiap warga negara AS yang bepergian ke Korut akan memiliki paspor mereka tak disetujui oleh pemerintahannya," kata YPT seperti dilaporkan laman BBC.
Kabar ini didapatkan YPT dari Kedutaan Besar Swedia yang menangani urusan AS di Korut. Kedubes Swedia juga mencoba mengecek jumlah wisatawan AS yang tersisa di negara tersebut. Kendati demikian, pemerintah AS belum mengkonfirmasi tentang larangan perjalanan ini.
YPT merupakan agensi perjalanan dari Cina yang pernah membawa mahasiswa asal AS Otto Warmbier ke Korut. Otto ditangkap dan ditahan oleh otoritas Korut setelah dituding mencuri simbol propaganda Korut. Otto kembali ke AS pada Juni dan meninggal beberapa hari kemudian.
Hingga saat ini terdapat tiga warga AS yang dilaporkan masih ditahan di Korut. Mereka adalah Kim Dong-chul, seorang warga negara AS berusia 62 tahun yang dinaturalisasi. Pria kelahiran Korea Selatan itu dijatuhi hukuman 10 tahun kerja paksa pada April 2016 karena dituduh mata-mata.
Ada pula Profesor Korea-Amerika Kim Sang-duk (atau Tony Kim) yang ditahan pada bulan April 2017. Alasan penangkapannya belum jelas. Serta Kim Hak-song, bekerja di Universitas Sains dan Teknologi Pyongyang (PUST). Ia ditahan pada Mei 2017 karena dicurigai melakukan tindakan bermusuhan terhadap negara Korut.