REPUBLIKA.CO.ID, JERMAN -- Menteri Transportasi Jerman, Alexander Dobrint, melontarkan kritik kepada pabrikan otomotif Italia, Fiat Chrysler Automobiles, lantaran tidak menghadiri undangan pertemuan mengenai ketidakberesan emisi yang dikeluarkan kendaraan bermesin diesel mereka.
Pertemuan tersebut seharusnya berlangsung pada Kamis pekan lalu, namun Fiat membatalkannya dengan mengirimkan sebuah surat lewat pengacara mereka, kata Dobrint dalam sebuah pernyataan.
"Sikap nonkooperatif Fiat ini tidak boleh diwajarkan," kata Menteri Dobrint, sembari menambahkan ada tuduhan konkrit mengenai ketidakberesan emisi pada mobil-mobil Fiat dilansir laman Reuters.
Ia menyebutkan sebuah komisi penyelidikan dari kementerian ragu Fiat telah memenuhi semua syarat penetapan tipe untuk kendaraan-kendaraan mereka.
"Sepatutnya mereka menjelaskan soal itu di hadapan komisi penyelidikan," kata Dobrint.
Selanjutnya, otoritas transportasi Jerman (KBA) akan mengirimkan dokumen beserta hasil pengujian kepada otoritas transportasi Italia.
"Otoritas Italia harus mempertimbangkan apakah aturan-aturan yang ada sudah dihormati," kata Dobrint.
Sementara itu di Roma, Menteri Transportasi Italia Graziano Delrio mengatakan otoritas Jerman salah alamat dengan menghubungi Fiat padahal seharusnya mereka menghubungi regulator mobil Italia.
Dalam suratnya kepada Dobrint, Delrio menjelaskan bahwa pembicaraan terkait emisi kendaraan Fiat seharusnya dilakukan antara otoritas emisi kedua negara.
Fiat termasuk salah satu pabrikan mobil yang tengah terbelit dugaan manipulasi emisi kendaraan mereka.
Pada Rabu (18/5) Dobrint mengatakan bahwa divisi Opel milik General Motors sudah mengakui bahwa model Zafira mereka menggunakan peranti lunak mesin yang menonaktifkan sistem perawatan knalpot dalam kondisi tertentu, namun pihak perusahaan bersikeras hal itu legal.
Komisi penyelidikan Jerman terkait hal tersebut segera menemui jajaran petinggi Opel untuk meminta data lebih lanjut demi melancarkan pemeriksaan terhadap gas buang CO2.
Kasus ini berbeda dengan kasus emisi yang melibatkan pabrikan Jerman, Volkswagen, yang berpangkal pada manipulasi terhadap uji emisi ketimbang penonaktifan sistem perawatan knalpot dalam kondisi tertentu.
Akibat skandal tersebut, VW mengumumkan kerugian 4,1 miliar euro (setara Rp 62,59 triliun) demi ongkos penanganan skandal tersebut.