REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar Parawansa mengatakan, dalam pencegahan konflik sosial, bukan lagi hanya sekadar pendekatan keamanan dan pembangunan fisik. Menurut dia, perlu juga pendekatan budaya serta nilai-nilai luhur yang dimiliki bangsa Indonesia, yakni kegotong-royongan, kepedulian, menghormati perbedaan, dan toleransi dalam mencegah konflik membesar.
Oleh sebab itu, kata dia, konsep baru Program Keserasian Sosial harus tetap menjaga nilai kearifan yang diwariskan leluhur bangsa. Hal itu dilakukan sekaligus merespon isu-isu aktual, baik yang bersumber dari dalam maupun luar negeri, seperti radikalisme, terorisme, gerakan intoleran, dan politik adudomba
"Sehingga kewaspadaan masyarakat terhadap potensi konflik sosial yang bisa menganggu dan mengancam disintegrasi bangsa dapat ditingkatkan,” kata Mensos dalam siaran pers kepada republika.co.id ketika berpidato pada Rapat Koordinasi dan Bimbingan Teknis Keserasian Sosial Tahun 2017 di Mercure Hotel Convention Center Ancol, Jakarta, Kamis (27/7).
Dalam kegiatan yang diikuti 400 orang dari Dinas Sosial provinsi, kabupaten, kota, dan pendamping/ketua Forum Keserasian Sosial tersebut, Khofifah menegaskan kembali tugas dan kewajiban mereka dalam menjaga harmoni kehidupan sosial di masing-masing daerah.
"Tugas kita membangun penguatan kembali bahwa keberagaman yang dimiliki bangsa ini tidak boleh dibiarkan tumbuh dan berkembang sendiri tanpa diakhiri keekaan, seperti semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Jadi keberagaman, kebhinnekaan harus diakhiri dengan keekaan dan diikat dengan Pancasila," tutur Khofifah.
Menurut Khofifah, memahami dan meresapi makna keberagaman dan kebinekaan artinya mampu mengembalikan jati diri sebagai warga bangsa, satu bangsa, satu bahasa dan satu tanah air, yakni Indonesia. Namun demikian, walaupun bersatu atas nama bangsa, apabila keberagaman dan kebhinnekaan tidak dirawat maka persatuan itu bisa terurai dan tercerai-berai kembali.