REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi pertanian, Iswadi mengatakan, data mengenai luas lahan padi harus akurat supaya data tentang produksi komoditas tersebut juga akurat. Iswadi menuturkan, keakuratan data produksi padi mustahil diwujudkan ketika data mengenai luas lahan pertanian belum akurat.
Ia mengatakan, pengumpulan data luas lahan selama ini dilakukan hanyan menggunakan dasar data "warisan", atau data yang telah digunakan turun temurun dari generasi petugas. Padahal, untuk mengetahui luas panen dan tanam perlu diketahui luas lahan yang dapat ditanami, dan saat ini angka luasan tersebut belum dapat dipastikan secara akurat.
"Dengan perkembangan zaman dan terbentuknya pemerintahan otonomi, status lahan tidak lagi sama dengan penggunaannya. Lahan sawah yang sudah bertahun-tahun menjadi perumahan pun dalam dokumen pemerintah banyak yang masih berstatus sawah," ujar Kepala Subdirektorat Analisis Statistik Badan Pusat Statistik (BPS) dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (28/7).
Lulusan program magister bidang "Natural Resource Economics" dari Universitas Queensland, Australia itu berpendapat, penyediaan data luas baku lahan pertanian yang akurat sangatlah penting, bahkan mendesak. Jika data tersebut sudah ada, katanya, maka metode-metode pengumpulan luas data panen yang saat ini digunakan dapat membuahkan hasil yang berkualitas.
Ia menuturkan pada saat ini, BPS tengah bekerja sama dengan BPPT untuk melakukan uji coba Sistem Kerangka Sampel Area sebagai pengganti metode pengumpulan data luas panen. "Metode ini memerlukan kerangka sampel berupa luas baku lahan pertanian, terutama sawah. Nah, kalau patokan atau benchmarknya masih belum akurat, maka sebaik apapun metodenya, hasilnya tidak bisa akurat," katanya.
Data luas lahan yang akurat, lanjut Iswadi, selayaknya dikeluarkan oleh lembaga atau instansi yang secara undang-undang bertanggung jawab mengenai pertanahan di Indonesia