REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, prihatin atas terjadinya kasus pembakaran Muhammad Al Zahra (MA) alias Joya. Warga Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat ini dituduh mencuri amplifier mushala.
Aksi main hakim sendiri oleh massa ini dinilai membuktikan bahwa masyarakat sudah kehilangan rasa kasih sayangnya dan kepeduliannya. Dengan begitu, psikologis masyarakat sudah terganggu.
"Aksi pembakaran terhadap Joya ini, bukti masyarakat kita sudah hilang rasa kasih sayangnya. Yang ada, hanya mengumbar kebencian," ujar Dedi, kepada Republika.co.id, Selasa (8/8).
Menurut dia, krisis psikologis masyarakat ini semakin menjadi-jadi sejak mudah diaksesnya media sosial, bahkan, kata dia, media sosial menjadi lahan subur untuk menyebarkan kebencian terhadap siapapun. Dedi mengatakan tidak jarang aksi perisakan semakin marak, begitu pula dengan aksi main hakim sendiri.
Masyarakat, kata dia, sangat mudah menyebarkan informasi kebencian melalui media sosial. Kasus yang menimpa almarhum Joya ini bukan kali pertama terjadi di Indonesia. Sebelumnya, ujar Dedi, ada kabar melalui media sosial bahwa ada terduga pencuri sepeda motor, penculik anak, atau siapapun yang negatif dikeroyok massal. "Padahal kalau kita mengedepankan aspek kasih sayang, pencuri sekalipun tak perlu diperlakukan seperti itu. Karena kita manusia," ujarnya.
Dedi menyebut, apabila seseorang tersebut memang bersalah, sebaiknya diserahkan kepada aparat penegak hukum dan jangan main hakim sendiri. Apalagi, kata dia, kasus Joya ini pada kenyataannya sangat miris. Pasalnya Joya yang mempunyai anak usia empat tahun dan isterinya yang mengandung usia tujuh bulan, berdasarkan keterangan tetangga dan tokoh masyarakat sekitar, merupakan pribadi yang baik. "Kedepan, jangan ada lagi Joya-Joya yang lain. Pemerintah harus tegas dalam mengatur keberadaan media sosial. Aparat juga harus semakin adil dalam menegakan hukum," ujarnya.