REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyebutkan pernah menawarkan perlindungan kepada Johannes Marliem. Marliem merupakan saksi kasus dugaan korupsi KTP Elektronik yang tengah diusut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Sebelum meninggal, kita sudah berkomunikasi dengan Johannes, yang tinggal di Amerika, apakah ingin dilindungi oleh LPSK. Namun, sebelum sempat mengajukan perlindungan kepada LPSK yang bersangkutan keburu meninggal," kata Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai, di Jakarta, Selasa (15/8).
LPSK melakukan komunikasi dengan Johannes melalui pesan WhatsApp (WA) pada 28 Juli 2017 lalu. LPSK mencoba menawarkan kepada Johannes untuk perlindungan mengingat Johannes pernah berucap di salah satu media massa nasional bahwa memiliki bukti rekaman percakapan yang diduga melibatkan pihak-pihak lainnya dalam kasus korupsi KTP-el.
"Kami proaktif karena melihat potensi ancaman jika memang yang bersangkutan memiliki infomasi yang banyak terkait korupsi KTP-el," ucapnya.
Pada kontak tersebut, LPSK menjelaskan terkait kemungkinan diberikannya perlindungan kepada Johanes. Namun, sampai saat kejadian Johanes terbunuh, yang bersangkutan belum mengajukan permohonan perlindungan.
"Sampai detik ini permohonan perlindungannya baik dari Johanes, pendampingnya maupun aparat yang menangani kasus korupsi KTP-el seperti KPK," ujar Semendawai.
LPSK sendiri tidak bisa memberikan perlindungan tanpa ada permohonan dari calon terlindung seperti saksi, pelapor, atau korban yang mau dilindungi. Karena di UU Perlindungan Saksi dan Korban dijelaskan perlindungan harus berdasarkan permohonan dari calon terlindung.
"Regulasi mengatur bahwa perlindungan tidak bisa berdasarkan atas suatu paksaan," tutur Semendawai.
Terkait saksi lain LPSK siap melindungi jika ada permohonan baik dari saksi tersebut maupun dari aparat penegak hukum seperti KPK. Karena kasus korupsi potensi ancaman kepada saksi atau pelapor memang tinggi.
Oleh karenanya LPSK berharap institusi yang menangani korupsi baik KPK, Kejaksaan, atau Polri untuk tidak sungkan-sungkan berbagi peran dengan LPSK sesuai dengan aturan yang berlaku. "Toh tujuannya sama, yakni terungkapnya kasus yang ditangani melalui keterangan saksi atau pelapor," ujar Semendawai.
LPSK menceritakan kadang upaya proaktif LPSK dengan menawarkan perlindungan juga tidak dimanfaatkan oleh saksi atau pelapor. Bahkan oleh penegak hukum yang seharusnya lebih paham terkait lembaga ini daripada masyarakat awam.
"Seperti kasus KTP-el, sejak awal LPSK sudah menegaskan siap membantu KPK dengan perannya melindungi saksi maupun pelapor yang dianggap bisa mengungkap kasus ini," demikian Semendawai.