Jumat 18 Aug 2017 15:26 WIB

Berantas Perbudakan Modern, Pemerintah Australia Libatkan Pebisnis

Rep: Stephen Dziedzic/ Red:
abc news
abc news

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Pemerintah Federal Australia mengupayakan penindakan perbudakan modern dengan memaksa para pebisnis besar untuk menyusun langkah-langkah yang mereka ambil untuk memberantas hal itu.

Kubu Koalisi Pemerintahan Australia berencana untuk memperkenalkan undang-undang yang akan memaksa perusahaan dengan pendapatan tahunan lebih dari $ 100 juta (atau setara Rp 1 triliun) untuk meneliti rantai pasokan mereka. Termasuk memastikan bahwa mereka tidak terlibat dalam kerja paksa atau perdagangan manusia.

Pemerintah Australia telah mengidentifikasi lebih dari 350 terduga korban perbudakan modern di Australia sejak tahun 2004. Kelompok advokasi mengatakan, ada lebih dari 4.000 orang di Australia yang terjebak oleh sindikat kriminal yang memaksa mereka melakukan prostitusi atau pekerjaan lainnya.

Berdasarkan rencana Pemerintah Australia, para pebisnis harus menerbitkan pernyataan mereka tentang perbudakan setiap tahun. Pernyataan itu akan tersedia secara gratis di database publik dan juga harus dipublikasikan di situs perusahaan.

Menteri Kehakiman Australia, Michael Keenan, mengatakan bahwa Pemerintah Australia akan berbicara dengan perusahaan-perusahaan untuk memastikan bahwa undang-undang terakhirnya "sesederhana, masuk akal dan seefektif mungkin".

"Ini akan mendukung komunitas bisnis untuk merespons perbudakan modern dengan lebih efektif, meningkatkan kesadaran bisnis terhadap masalah ini dan menciptakan lapangan kerja yang seimbang bagi bisnis untuk berbagi informasi tentang apa yang mereka lakukan untuk menghapus perbudakan modern," kata Keenan.

Ia menjelaskan, memaksa perusahaan besar untuk menerbitkan pernyataan perbudakan akan memberi mereka insentif lain untuk memastikan tidak ada pemasok kecil mereka yang menyalahgunakan staf. "Ini juga akan mendorong bisnis untuk menggunakan pengaruh pasar mereka untuk memperbaiki standar dan praktik di tempat kerja," kata Keenan.

Kurang Tegas

Pihak Oposisi Australia mengkritik rencana Pemerintah, menyebutnya lemah dan tidak tegas. "Pada dasarnya, Pemerintah menyiapkan sebuah skema yang memberikan kewajiban tertulis bagi perusahaan untuk melakukan sesuatu tanpa hukuman jika mereka tidak menaatinya," kata juru bicara Partai Buruh bidang keadilan, Clare O'Neil baru-baru ini.

"Jadi perusahaan pada dasarnya bebas untuk memutuskan apakah mereka bisa mematuhi aturan ini atau tidak - dan itu tidak cukup baik."

Pihak Oposisi juga menginginkan Pemerintah membentuk komisaris anti-perbudakan independen.

"Kami hanya memiliki tujuh tuduhan perbudakan dalam setengah dekade. Kami sangat membutuhkan komisioner untuk membantu korban dan menindak kejahatan yang memuakkan ini," kata O'Neill.

Tetapi beberapa kelompok advokasi lebih reseptif.

Pebisnis tambang, Andrew Forrest -yang mendirikan Yayasan Walk Free -mengatakan bahwa pengumuman Pemerintah tersebut merupakan "pukulan besar" terhadap perbudakan.

"Kami tahu pemerintah tak bisa mengalahkan penyalahgunaan sesama manusia sendirian," ujarnya.

"Dengan mendaftarkan aset bisnis, kami bisa memastikan bahwa perbudakan bukanlah bagian dari barang yang dibeli dan dikonsumsi warga Australia."

Forrest juga mendukung pembentukan komisioner anti-perbudakan dan mengindikasikan bahwa ia akan terus mendesak Pemerintah Australia untuk mendirikan lembaga tersebut.

Diterjemahkan Jumat 18 Agustus 2017 oleh Nurina Savitri. Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement