Senin 28 Aug 2017 04:51 WIB

Upaya Sawahlunto Membuat Songket Sejajar dengan Batik

Peserta menggunakan busana unik berbahan songket saat mengikuti Sawahlunto International Songket Carnival (SISCa) 2017 di Kota Sawahlunto, Sumatra Barat, Ahad (27/8). Sebanyak 1.500 orang mengikuti karnaval tersebut memerebutkan hadiah dengan total Rp 140 juta.
Foto: ANTARA/Iggoy el Fitra
Peserta menggunakan busana unik berbahan songket saat mengikuti Sawahlunto International Songket Carnival (SISCa) 2017 di Kota Sawahlunto, Sumatra Barat, Ahad (27/8). Sebanyak 1.500 orang mengikuti karnaval tersebut memerebutkan hadiah dengan total Rp 140 juta.

Oleh Sapto Andika Candra

Wartawan Republika

Kota kecil di tengah Bukit Barisan ini mendadak ramai. Ribuan warga dan para pelancong menyemut di tepian jalanan kawasan kota lama, memanjang dari Ombilin Meinen sebagai kantor pertambangan batu bara, melewati bekas gedung Gluck Auf yang kini jadi pusat kebudayaan, hingga roemah komidi yang bertransformasi menjadi kantor pegadaian. 

Sesekali tepuk tangan dan sorak sorai penonton memantul di dinding-dinding gedung tua, mengiringi lenggak-lenggok peraga busana yang dibalut kain songket Silungkang khas Sawahlunto, Sumatra Barat. Dwi Lestari (19 tahun) misalnya, terus menyunggingkan senyum kepada warga yang melambaikan tangan kepadanya. 

Dwi mewakili sebuah instansi pemerintah di Sumatra Barat untuk bisa ikut dalam karnaval kali ini. Meski menahan kostum yang memiliki berat 5 kilogram (kg), Dwi mengaku tak masalah. 

Bagi dia, bisa mengenalkan songket Silungkang kepada dunia lebih berharga dari sekadar berpeluh keringat menahan kostumnya yang berat. "Ndak berat kok. Seneng aja. Yang penting mengenalkan songket kepada pengunjung," ujar Dwi yang mengenakan kostum berhias payung kertas emas khas Talawi. 

Gelaran Karnaval Songket Internasional Sawahlunto yang digelar 25-27 Agustus 2017  ini memang sudah ditunggu-tunggu penikmat seni budaya. Terbukti, 156 kamar penginapan di Sawahlunto yang bisa menampung sekitar 500 tamu ludes dipesan sejak jauh-jauh hari. 

Bahkan, nilai ekonomi hasil perputaran uang dalam karnaval kali ini digadang-gadang menyentuh angka Rp 10 miliar. Angka itu jauh di atas perputaran uang dalam gelaran karnaval yang pertama sebesar Rp 4,5 miliar dan yang kedua kali tahun lalu sebesar Rp 8,5 miliar.

Pemerintah setempat memang berupaya mati-matian untuk memopulerkan songket Silungkang asli Sawahlunto yang sempat memudar pesonanya. Sejak tiga tahun karnaval songket berjalan, kain tradisional bercorak alam ini kembali digemari. 

Bahkan, pegawai kantor pemerintah kini punya hari khusus untuk mengenakan busana formal yang dimodifikasi dengan songket Silungkang. Pemerintah Provinsi Sumatra Barat juga berencana mewajibkan penggunaan songket di sela hari kerja Asisten Sipil Negara (ASN). 

Ide ini juga akan dibawa ke level pusat dan ditargetkan penggunaan songket bisa ‘setara’ dengan batik dalam acara-acara resmi kenegaraan. Sederhananya, songket tak ingin kalah dengan batik yang lebih dulu meroket di level nasional.

Karnaval songket yang dibalut dalam Sawahlunto International Songket Carnival (SISCa) 2017 ini mendapat dukungan penuh dari pemerintah pusat. Hal ini sejalan dengan cita-cita Presiden Joko Widodo mengangkat kembali kecintaan masyarakat terhadap busana tradisional Indonesia. 

Masih hangat dalam ingatan, Presiden Jokowi secara simbolis menumbuhkan populeritas songket dan kain tenun khas Indonesia lainnya melalui perayaan HUT RI ke-57 di Istana Merdeka pekan lalu. Seluruh tamu undangan diminta mengenakan pakaian adat untuk hadir di Istana Merdeka. 

Batik dan songket menjadi dua kain favorit yang dikenakan oleh peserta upacara. "Tak ada lagi jas dan dasi. Semuanya tradisional termasuk songket dan batik," ujar Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf saat membuka karnaval songket, Ahad (27/8). 

Triawan menyebutkan songket Silungkang dan songket yang berasal dari daerah lain di Indonesia masuk dalam subsektor kreatif yang menjadi fokus pendampingan pemerintah. Menurutnya, karnaval semacam ini akan menumbukan ketertarikan warga dan pengunjung untuk ikut mengenakan kain songket. 

Bagi Triawan, kain tradisional tak akan berarti bila sekadar dipamerkan. "Ketika kain dipakai dan dikagumi, maka perajin akan merasa dihargai," ujarnya. 

Bekraf mencatat, 'ekonomi songket' yang berjalan di Sawahlunto terbukti ampuh menurunkan tingkat kemiskinan. Pada 2003, Sawahlunto memiliki 17 persen penduduk miskin. Angkanya kini menurun drastis menjadi 2,4 persen seiring dengan makin banyaknya perajin yang kini meningkatkan produksi mengikuti permintaan. Artinya, songket mampu menekan angka kemiskinan. 

Sementara itu, Kementerian Perdagangan berjanji untuk menyediakan pasar bagi songket Silungkang. Ketersediaan pasar tentu besar artinya bagi perajin songket. Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan Arlinda menargetkan produk songket Silungkang bisa go international. 

Langkah pertama yang dilakukan pemerintah pusat adalah melakukan pendampingan dengan beberapa Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang bergerak di industri songket di Sawahlunto. Hingga kini tercatat dua UMKM yang telah mendapat pendampingan dan dihubungkan dengan pembeli di luar negeri. 

Tak hanya itu, pemerintah juga bakal menjembatani perajin songket dengan para perancnag busana domestik yang tergabung dalam Indonesia Design Development Center (IDDC). Harapannya sederhana, para perancang busana bisa bertemu langsung dengan perajin lokal dan membeli bahan baku rancangan mode mereka dari produsen langsung. 

"Kami juga undang Sawahlunto untuk hadir dalan Indonesia Trade Expo untuk bertemu dengan 16 ribu buyer dari 18 negara. Kami kerahkan seluruh KBRI dan KJRI di luar negeri untuk bisa menyerap produk Indonesia," katanya. 

Wali Kota Sawahlunto Ali Yusuf mengungkapkan terdapat 187 pelaku UMKM di Sawahlunto yang bergerak di industri songket. Semuanya tersebar di lima kecamatan di Sawahlunto. Dengan kemampuan produksi hingga 162 helai kain songket Silungkang per hari, setiap perajin bisa mendapat keuntungan hingga Rp 195 ribu per harinya. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement