REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO – Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe telah menjalin komunikasi dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump guna membahas uji coba rudal terbaru Korut pada Selasa (29/8). Dalam komunikasi via telepon tersebut, keduanya sepakat untuk segera menggelar sidang darurat Dewan Keamanan (DK) PBB guna merespons ancaman rudal Korut.
Dalam pertemuan dengan awak media, Abe mengungkapkan bahwa dia dan Trump berbagi pandangan terkait ancaman terbaru oleh rudal Korut. Menurut keduanya, ancaman rudal Korut kian memasuki tahap yang sangat serius.
Oleh sebab itu, Abe dan Trump sepakat untuk segera menggelar sidang darurat DK PBB. "Dan selanjutnya meningkatkan tekanan terhadap Korut," kata Abe seperti dilaporkan laman NHK.
Dalam pembicaraan dengan Trump, AS, kata Abe memperkuat komitmennya sebagai sekutu Jepang dalam menghadapi ancaman Korut. "AS berdiri dengan sekutunya Jepang 100 persen," kata Abe mengutip pernyataan Trump kepadanya.
Kesepakatan antara Abe dan Trump terkait sidang darurat DK PBB dikonfirmasi Menteri Luar Negeri Jepang Taro Kono. "Pemerintah (Jepang) berkoordinasi dengan AS dan Korea Selatan untuk mendorong sebuah pertemuan darurat oleh DK PBB," ujar Kono.
Menurutnya, sudah sewajarnya Jepang mengambil sikap yang tegas dan kuat di DK PBB. "Sebab peluncuran rudal itu dapat membahayakan nyawa rakyat Jepang, terlepas dari apakah pemberitahuan (peluncuran rudal) sebelumnya diberikan," ucapnya.
Menteri Pertahanan Jepang Itsunori Onodera menyatakan saat ini pihaknya juga telah berkoordinasi dengan militer AS. Kedua pihak, kata Onodera, sedang mengumpulkan dan menganalisa semua data dan informasi yang dibutuhkan.
Pada Selasa (29/8) dini hari, Korut kembali meluncurkan sebuah rudal balistik yang melintasi Jepang. Rudal tersebut terbang di atas pulau Hokaido sebelum mendarat di Pasifik, tepatnya sekitar 1.180 kilometer di timur pulau tersebut.
Korut, pada awal Agustus, telah sesumbar akan melakukan balas dendam berkali-kali lipat terhadap Amerika Serikat (AS). Ancaman terhadap AS dilayangkan setelah Negeri Paman Sam menginisiasi peneranpan sanksi terbaru Dewan Keamanan PBB terhadap Korut.
Sanksi itu berupa pelarangan ekspor komoditas utama Korut, seperti batu bara, besi, bijih besi, dan hasil laut. Sanksi ini diperkirakan dapat menyebabkan Korut kehilangan pendapatan senilai 3 miliar dolar AS setiap tahunnya.
Korut juga mengancam akan menyerang Guam, sebuah pulau di Samudra Pasifik yang menjadi pangkalan dan basis militer AS. Namun serangan ini ditunda. Korut beralasan negaranya akan menunggu tindakan provokatif AS terlebih dulu di Semenanjung Korea sebelum melancarkan serangannya.