Rabu 30 Aug 2017 13:22 WIB

Anggota DPR: Jangan Sampai Freeport Ingkar Janji

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Nur Aini
Ladang tambang terbuka yang dikelola PT Freeport Indonesia di Grasberg, Tembagapura, Timika, Papua.
Foto: Antara
Ladang tambang terbuka yang dikelola PT Freeport Indonesia di Grasberg, Tembagapura, Timika, Papua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VII DPR Hadi Mulyadi menilai tidak ada keuntungan dari perpanjangan kontrak untuk PT Freeport Indonesia hingga 2041. Hal ini sebagaimana poin hasil kesepakatan renegosiasi antara Pemerintah dengan PT Freeport Indonesia, di mana salah satunya terkait perpanjangan kontrak dengan Freeport dengan catatan kewajiban divestasi saham milik Freeport sebesar 51 persen untuk kepemilikan nasional.

"Tidak ada untungnya. Tapi kita kan terikat dengan Kontrak Karya (KK). Yang kemudian berubah menjadi IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) itu," ujar Hadi di Jakarta, Rabu (30/8).

Namun demikian, Komisi VII tetap akan mengawasi hasil kesepakatan yang merupakan janji pihak Freeport kepada Pemerintah. Janji itu yakni divestasi saham 51 persen dan janji Freepport membangun smelter selama lima tahun serta meningkatkan penerimaan bagi negara. "Untuk itu maka Komisi VII akan mengawasi secara detail dan bertahap atas janji Freeport tersebut di atas. Kami akan lihat langkah konkret Freeport untuk melakukan divestasi saham serta progres pembangunan smelter," ujar Anggota DPR dari Fraksi PKS tersebut.

Selain itu, pihaknya juga akan meminta jawaban atas temuan Badan Pemeriksaan Keuangan pada PT Freeport terkait beberpa hal. Sebab ia berharap perjanjian tiga poin tersebut bisa menjadi langkah lebih maju dan bermanfaat bagi negara. Menurutnya, jangan sampai PT Freeport tidak menepati janjinya dari perjanjian tersebut. "Kita lihat aja nanti, yang pasti kita akan awasi," ujarnya.

Hasil kesepakatan final renegosiasi Pemerintah dengan PTFI diketahui menghasilkan empat poin penting. Pertama, landasan hukum yang mengatur hubungan pemerintah dengan PTFI adalah IUPK, bukan kontrak karya (KK). Kedua, divestasi PTFI sebesar 51 persen untuk kepemilikan nasional. Ketiga, PTFI berkewajiban membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) selama lima tahun atau maksimal pada Oktober 2022. Dan keempat, stabilitas penerimaan negara, yakni penerimaan negara secara agregat lebih besar dibanding penerimaan melalui KK selama ini.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement