REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjalani lebaran Idul Adha pertamanya di Rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK C1, tersangka kasus suap terkait pengelolaan dana jasa kesehatan di RSUD Kardinah dan pengadaan barang jasa di lingkungan Pemerintahan Kota Tegal tahun anggaran 2017, Mantan Wali Kota Tegal, Siti Masitha Soeparno mendapatkan kunjungan dari keempat anaknya. Keempat anaknya tersebut datang bersama dengan adik kandung Siti Masitha yang juga merupakan Sekjen PAN, Eddy Soeparno.
Usai menjenguk Siti Masitha, Eddy mengungkapkan kunjungan dirinya dan keempat anak Siti Masitha sedikit bisa mengobati kerinduan Siti Masitha dengan keluarganya di hari yang spesial ini. "Dia (Siti Mashita, Red) senang, di hari besar ini bisa ketemu putra putrinya. Kami semua mendoakan supaya dia selalu tetap sehat," ujar Eddy di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Jumat (1/9).
Eddy menuturkan, saat menjenguk kakaknya, selain berbincang mereka juga menyempatkan memakan hidangan khas lebaran. "Kami silaturahim dan makan bersama pastinya. Tadi makan ketupat dan kue-kue kampung kesukaan dia," tuturnya.
Diketahui Siti Masitha bersama dua orang lainnya pengusaha, Amir Mirza Hutagalung dan Wakil Direktur Keuangan RSUD Kardinah, Cahyo Supardi ditetapkan KPK menjadi tersangka kasus suap pengadaan barang dan jasa di RSUD Kardinah, Tegal, Jawa Tengah.
Siti Mashita dan Amir diduga sebagai penerima suap, sementara Cahyo diduga selaku pemberi suap. Diduga suap yang diberikan kepada Wali Kota Tegal Siti Mashita sebesar Rp 5,1 miliar ditenggarai untuk pemenangan Pilkada Kota Tegal pada 2018.
Rencananya Siti Mashita akan maju kembali sebagai pejawat dalam gelaran Pilkada serentak 2018 bersama Amir Mirza, pengusaha dan juga merupakan orang kepercayaannya yang juga sudah ditetapkan menjadi tersangka.
Uang sebesar Rp5,1 miliar itu diduga diterima Siti Mashita bertahap sejak Januari hingga Agustus 2017. Uang tersebut berasal dari pengelolaan dana jasa kesehatan di RSUD Kardinah dan pengadaan barang jasa di lingkungan Pemerintahan Kota Tegal tahun anggaran 2017.
Sebagai pihak yang diduga pemberi Cahyo, disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.
Pasal itu yang mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
Ancaman hukuman minimal satu tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta. Sebagai pihak yang diduga penerima, Siti Masitha dan Amir disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.