Sabtu 02 Sep 2017 18:02 WIB

Menghidupkan Para Peternak Lewat Kurban

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Ilham Tirta
Peternakan sapi (ilustrasi)
Foto: Humas Kementan
Peternakan sapi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkembangan teknologi informasi saat ini turut memberi pengaruh terhadap aktivitas kurban di Indonesia. Beberapa di antaranya bisa dilihat dari berbagai inovasi yang dilakukan oleh sejumlah lembaga sosial di Tanah Air. Mulai dari mengolah daging kurban menjadi produk makanan jadi, hingga membuat aplikasi daring untuk memasarkan hewan kurban.

Pendiri Dompet Dhuafa, Erie Sudewo menuturkan, keberadaan inovasi teknologi saat ini seyogianya berbanding lurus dengan pemerataan distribusi hewan kurban di Tanah Air. Begitu pun dengan kesejahteraan para peternak, terutama yang berada di desa-desa, semestinya juga meningkat dengan adanya inovasi yang dilakukan oleh para lembaga pengelola kurban.

“Di satu sisi, inovasi di bidang IT memang bisa memudahkan para pekurban dan pengelola kurban melakukan transaksi. Namun yang masih jadi persoalan adalah bagaimana memberdayakan para peternak hewan kurbannya? Apakah mereka ikut menikmati inovasi tersebut? Sejauh yang saya lihat, itu belum terjadi sampai saat ini,” ujar Erie kepada Republika, Selasa (29/8), lalu.

Dia mengatakan, ketika Dompet Dhuafa menggagas program ‘Tebar Hewan Kurban’ pada 1993, yayasan tersebut berusaha mendistribusikan hewan ternak ke daerah-daerah miskin. Tujuannya, agar penduduk setempat bisa memelihara kambing di daerahnya masing-masing. Harapannya, para pekurban nantinya bisa membeli kambing-kambing yang dibudidayakan oleh para penduduk di daerah-daerah miskin tersebut.

“Saat pertama kali menggagas program ‘Tebar Hewan Kurban’, kami menginginkan 20 tahun ke depan akan lahir peternak-peternak muda di daerah-daerah miskin yang menjadi sasaran program kami. Jadi, inovasi di sini tidak sekadar berbicara tentang jual beli hewan kurban, tapi soal kedaulatan ternak,” katanya.

Akan tetapi, kata Erie, sampai hari ini cita-cita meraih kedaulatan ternak di daerah miskin itu tampaknya masih jauh panggang dari api. “Yang saya khawatirkan, jangan-jangan inovasi kurban yang kita lakukan selama ini malah cuma mengatasnamakan agama saja demi meraup keuntungan buat segelintir orang. Mudah-mudahan tidak seperti itu,” katanya.

Kekhawatiran Erie tersebut langsung dijawab oleh tim Aksi Cepat Tanggap (ACT) Yogyakarta lewat kerja nyata mereka. Pada perayaan Idul Adha tahun ini, organisasi kemanusiaan itu menggandeng Masyarakat Relawan Indonesia (MRI) dan penduduk Kabupaten Gunungkidul, untuk melakukan penyembelihan 150 ekor kambing kurban, Jumat (1/9), kemarin.

Proses penyembelihan hewan kurban yang melibatkan puluhan relawan itu dilaksanakan di kompleks Masjid Abu Bakar ash-Shidiq Dusun Tahunan, Desa Bulurejo, Kecamatan Semin. “Alhamdulillah, tahun ini ACT mendapatkan amanah menyembelih 500 ekor kambing di seluruh wilayah Yogyakarta. Sebanyak 150 ekor di antaranya disembelih di desa ini (Bulurejo),” kata Kepala Cabang ACT Yogyakarta, Agus Budi Hariadi.

Dia mengatakan, daging kambing tersebut langsung disalurkan kepada sekitar 3.000 penerima manfaat di 11 kecamatan di Kabupaten Gunungkidul. Kesebelas kecamatan itu adalah Semin, Karangmojo, Ngawen, Paliyan, Pathuk, Panggang, Tanjungsari, Girisubo, Tepus, Saptosari, dan Rongkop.

Agus menjelaskan, kambing-kambing yang disembelih pada Idul Adha kali ini adalah hewan yang berasal dari Lumbung Ternak Masyarakat (LTM) binaan ACT di Pakem, Kabupaten Sleman. ACT sendiri saat ini telah membangun LTM di sejumlah daerah. Di antaranya adalah Blora (Jawa Tengah), Yogyakarta, Bojonegoro (Jawa Timur), Tasikmalaya (Jawa Barat), dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Kehadiran LTM-LTM tersebut tidak sekadar bertujuan untuk menghidupkan roda ekonomi para peternak. Tetapi juga menyiapkan stok hewan kurban yang sehat, berkualitas, dan sesuai standar syariah.

Menurut Agus, acara kurban di Yogyakarta tahun ini bisa terlaksana atas inisiasi Global Qurban, salah satu anak organisasi ACT. Dengan berkurban melalui Global Qurban-ACT, para pekurban bisa mendapatkan harga kambing yang ekonomis karena tidak terpengaruh oleh harga pasar. Di samping itu, para pekurban juga ikut memberdayakan ekonomi masyarakat.

“Tak hanya itu, sasaran distribusi daging adalah lokasi yang benar-benar membutuhkan dan telah disurvei oleh para relawan dan mitra-mitra kami yang terpercaya. Moga-moga bisa menambah keberkahan bagi semua,” ujarnya.

Salah seorang penerima daging kurban asal Gunungkidul, Giyarti mengaku senang dengan program Global Qurban-ACT di desanya. “Alhamdulillah, ini adalah acara kurban yang pertama kali di sekitar sini. Mudah-mudahan kegiatan seperti ini bisa terus berkelanjutan,” kata perempuan itu.

Direktur Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Arifin Purwakananta mengatakan, potensi ekonomi umat Islam Indonesia dari program kurban sangatlah besar. Menurut dia, jika seluruh masyarakat kelas menengah Muslim yang ada di perkotaan menunaikan kewajiban kurbannya, akan diperoleh potensi ekonomi sebesar Rp 60 triliun per tahun.

Asumsinya, kata dia, populasi Muslim di Indonesia saat ini diperkirakan mencapai 241 juta. Sebanyak 137 juta di antaranya tinggal di perkotaan, sedangkan yang 104 juta lagi tinggal di desa-desa. Sekitar 30 juta Muslim yang tinggal di perkotaan adalah masyarakat kelas ekonomi menengah ke atas.

“Kalau kita ambil harga rata-rata satu ekor kambing saat ini Rp 2 juta, lalu dikalikan dengan jumlah Muslim kelas menengah di perkotaan itu, akan didapat angka Rp 60 triliun. Tentunya ini potensi yang luar biasa sekali,” kata Arifin.

Dia menuturkan, salah satu persoalan yang terjadi di Indonesia saat ini adalah masih belum meratanya pendistribusian hewan kurban di desa-desa. Karena itulah, Baznas selalu gencar mengampanyekan agar para pekurban yang ada di wilayah perkotaan menggeser devisa kurban mereka ke wilayah pedesaan.

“Idealnya, dari total Rp 60 triliun itu, sebesar dua per tiga atau Rp 40 triliun mesti digeser ke desa-desa. Dengan cara itulah, masyarakat yang ada di desa bisa kebagian ekonomi kurban secara merata, dan kesejahteraan peternak pun bisa diwujudkan,” ucapnya.

Arifin menjelaskan, menggeser devisa kurban di sini bukan sekadar diartikan membeli hewan kurban milik para peternak di desa saja. Tetapi juga menyalurkan daging kurbannya kepada masyarakat setempat. “Jadi, gagasannya adalah masyarakat Muslim kota membeli kambingnya dari peternak di desa, memotong kambingnya juga di desa, dan membagikan hewan kurbannya pun juga di desa. Jangan semuanya dipotong di kota,” katanya.

Dia menambahkan, setiap kali musim kurban datang, kelompok yang selalu diuntungkan selama ini adalah para tengkulak hewan ternak. Sementara, para peternak di desa cenderung hanya jadi penonton.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement