REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan Pemilihan Umum Serentak 2019 akan dibayangi dinamika hukum yang tidak bisa diremehkan. Titi mengatakan hal tersebut karena sudah ada 12 permohonan gugatan uji materi terhadap Undang-undang (UU) Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 yang diajukan sejumlah pihak kepada Mahkamah Konstitusi (MK).
Titi mengatakan hal ini membuat KPU sebagai penyelenggara Pemilu bekerja di bawah bayang-bayang proses penyelesaian uji materi di MK. Bahkan, dia mngkhawatirkan, persiapan Pemilu 2019 akan mengulang Pemilu 2014.
Kala itu, dia menuturkan, saat proses penyelenggaraan pemilu tiba-tiba ada putusan MK yang menyatakan berbeda dari UU. “Bisa saja KPU mengatur bahwa parpol yang ikut pada pemilu 2019 tak usah ikut verifikasi, tapi siapa tahu nanti ada putusan bahwa semua parpol harus ikut verifikasi," kata Titi ketika dikonfirmasi Republika, Jumat (8/9).
Titi menjelaskan, ada dua isu utama yang terkait uji materi ke MK. Keduanya yakni verifikasi partai politik (parpol) peserta Pemilu 2019 dan ambang batas pencalonan presiden (presidential treshold).
“Permohonan gugatan uji materi, masing-masing atas nama Partai Idaman, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Perindo, Habiburakhman (ACTA), Effendy Ghazali, dua orang anggota DPR Aceh dan Perludem bersama masyarakat sipil pemerhati pemilu," ujar Titi.
Titi memerinci, gugatan itu di antaranya empat permohonan uji materi ambang batas pencalonan presiden dan tiga permohonan uji materi syarat verivikasi parpol. Gugatan uji materi terkait ambang batas pencalonan presiden diajukan oleh Partai Idaman, Habiburakhman, Effendy Ghazali dan Perludem.
Sementara itu, pemohon uji materi verivikasi parpol adalah PSI, Partai Idaman dan Perindo. Pedoman mengenai verifikasi ini diatur dalam pasal 173 ayat 1, 2 dan 3 UU Pemilu. Pasal ini mengatur bahwa parpol yang telah lolos verifikasi Pemilu 2014, tidak perlu kembali mengikuti verifikasi untuk Pemilu Serentak 2019.
Selanjutnya, ambang batas pencalonan presiden diatur pada pasal 222 yang berbunyi, ''Pasangan calon diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya''. Pasal ini bertentangan dengan pasal 26 A ayat 2, pasal 22 E ayat 1 dan ayat 2, pasal 27 ayat 1, pasal 28D ayat 1, dan pasal 28D ayat 3 UUD 1945.
Permohonan gugatan uji materi yang diajukan dua anggota DPR Aceh terkait aturan pembentukan penyelenggara dan pengawas Pemilu di Aceh. Aturan yang ada pada UU Pemilu 2017 ini mencabut pasal 57 dan 60 UU Pemerintahan Aceh (UU PA). Proses pencabutan tanpa adanya konsultasi ini dianggap melanggar keistimewaan Aceh.