REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPK memanggil tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebagai saksi dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi suap terkait perkara perdata tentang wanprestasi antara PT Eastren Jason Fabrication Service Pte (EJF) sebagai penggugat dan PT Aquamarine Divindo Inspection (ADI) selaku tergugat di PN Jaksel.
Tiga hakim yang diperiksa adalah Agus Widodo, Djarwanto dan Djoko Indiarto selalu hakim yang mengadili perkara gugatan wanprestasi oleh PT EJF terhadap PT ADI yang menggugat sebesar 7,6 juta dolar AS dan 131 ribu dolar Singapura. Djoko Indiarto adalah ketua majelis hakim dalam perkara tersebut.
"Ketiga hakim diperiksa untuk tersangka TMZ (Tarmizi)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta Jumat (8/9).
Selain hakim, KPK juga memanggil panitera PN Jakarta Selatan I Gede Nurah Arya Winaya dan Direktur Utama PT ADI R Yunus Nafik juga diperiksa untuk tersangka Tarmizi. Yunus Taufik juga sudah ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Sedangkan Tarmizi dan kuasa hukum PT ADI Akhmad Zaini yang juga sudah ditetapkan sebagai pemberi suap diperiksa sebagai saksi untuk tersangka lain.
Dalam perkara ini KPK menetapkan panitera pengganti PN Jaksel Tarmizi selaku tersangka penerima suap sebesar Rp 425 juta dari Akhamd Zaini sebagai kuasa hukum PT ADI dan Dirut PT ADI Yunus Nafi sebagai tersangka pemberi suap. Suap diberikan agar gugatan EJFS Pte Ltd terhadap PT ADI ditolak.
Uang tersebut diberikan melalui transfer secara bertahap yaitu 22 Juni 2017 senilai Rp 25 juta, pada 16 Agustus 2017 sebesar Rp 100 juta dengan menyamarkan keterangan sebagai "DP pembayaran tanah" dan pada 21 Agustus 2017 senilai Rp 300 juta dengan keterangan "pelunasan pembelian tanah.
Saat transfer terakhir pada 21 Agustus 2017, bersamaan dengan waktu putusan gugatan wanprestasi, tim KPK mengamankan Akhmad Zaini dan Tarmizi di sekitar PN Jaksel. Sebagai pihak yang diduga pemberi, Akhmad Zaini dan Yunus Nafik disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo 64 kuhp jo pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.
Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima, Tarmizi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.