REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menilai polemik yang terjadi antara Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Aris Budiman dan penyidik senior Novel Baswedan sebetulnya malah akan membuat lembaga antirasuah itu kontraproduktif. "Konflik ini akan menjadi kontraproduktif, maka komisioner KPK tentu harus mengambil keputusan," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman, Sabtu (9/9).
Boyamin menyayangkan sikap pimpinan KPK yang seolah mendiamkan polemik tersebut dan tidak mengambil keputusan. Dilihat dari sisi Novel dan Aris, tentu keduanya sama-sama kecewa dan merasa telah membela KPK berdasarkan versi mereka masing-masing.
Karena itu, Boyamin mengusulkan agar kedua orang tersebut, baik Aris dan Novel, dinonaktifkan. Meski begitu, dia mengakui, sebetulnya pihak yang harus dibela pimpinan KPK adalah Novel Baswedan. Sebab Novel sudah rela mengundurkan diri dari kepolisian untuk total di KPK.
"Aris Budiman kan enggak, dia ke situ (KPK) buat dapatin jenderal, habis itu kalau selesai, keluar, bisa dapat jabatan yang tinggi. Coba dia disuruh mengundurkan diri dan ikut KPK, pasti enggak mau kan. Totalitas seperti ini yang membuat pimpinan KPK harus melihat mana yang harus dibela," terang Boyamin.
Beberapa waktu lalu Aris melaporkan Novel ke Polda Metro Jaya atas tudingan pencemaran nama baik melalui surat elektronik (surel) yang dikirim oleh Novel kepada Aris. Dalam surel itu, Novel diduga menuliskan beberapa hal yang mengandung unsur penghinaan atas kinerjanya di KPK.
Aris dianggap Novel sebagai direktur penyidikan yang tidak berintegritas. Dalam surel itu juga, Novel menilai mekanisme pengangkatan penyidik dari kepolisian yang dilakukan Aris, tidak sesuai dengan aturan internal KPK. Kiriman surel Novel itu kemudian menyebar ke anggota KPK lain yang membuat Aris merasa tercemarkan nama baiknya. Kini, Novel telah ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan pencemaran nama baik.