REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam rapat kerja dengan Menteri Kesehatan RI, Senin (11/9), Komisi IX DPR RI dengan tegas meminta agar Kementerian Kesehatan mengambil tindakan tegas kepada RS Mitra Keluarga yang diduga secara sengaja lalai dalam mematuhi ketentuan UU Kesehatan No. 36/2009.
Bahkan Komisi IX mendesak agar dugaan pelanggaran tersebut dapat diselesaikan dalam waktu dua hari. Jika tidak diselesaikan, Komisi IX menegaskan tidak akan membahas anggaran Kementerian Kesehatan 2018.
"Rapatnya kemarin agak ramai. Rapat yang semestinya membahas anggaran Kemenkes 2018, justru banyak mendiskusikan musibah yang menimpa bayi Tiara Deborah," kata Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, FPAN, dapil Sumut II, Saleh Partaonan Daulay.
Komisi IX menilai bahwa rumah sakit Mitra Keluarga telah dengan sengaja melanggar ketentuan pasal 32 UU No 36/2009 ayat 1 dan 2. Secara lengkap, ketentuan pasal tersebut berbunyi; Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu.
Disebutkan juga di UU, dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka. Selain itu, menurut Saleh Daulay, pihak rumah sakit juga dinilai lalai menjalankan amanat pasal 29 ayat (1) huruf f UU 44/2009 tentang Rumah Sakit.
Dalam ketentuan pasal tersebut disebutkan bahwa rumah sakit berkewajiban melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan.
"Komisi IX menilai bahwa pelanggaran tersebut tidak dapat ditolerir," terangnya.
Apalagi, dalam UU No. 36/2009 bahkan ada aturan pidana yang termaktub secara eksplisit. Pasal 190, misalnya, mengamanatkan bahwa: Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 200 juta.
Dan dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana denganpidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak satu miliar rupiah.
"Aturan perundangan seperti ini semestinya dapat ditaati," kata Saleh Daulay.
Aturan ini dimaksudkan agar rumah-rumah sakit dan fasilitas kesehatan masyarakat tetap teguh pada jalur pelayanan kemanusiaan. Kesan bahwa rumah-rumah sakit dan fasilitas kesehatan hanya mengejar keuntungan finansial harus betul-betul dijauhkan.
Namun demikian, komisi IX tetap memberikan kesempatan kepada kementerian kesehatan untuk menyelesaikan investigasi yang dilakukan oleh tim yang terdiri dari kemenkes, BPJS Kesehatan, dan BPRS (badan pengawas rumah sakit). Dengan begitu, sanksi apapun yang akan diberikan tetap objektif dan didasarkan pada fakta yang sebenarnya. Harapannya, kejadian serupa tidak terjadi lagi di masa yang akan datang.