REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Bayi Tiara Debora Simanjorang (4 bulan) meninggal dunia diduga karena terlambat mendapat pertolongan dari RS Mitra Keluarga, Jakarta Barat. Pengamat Kesehatan Marius Widjajarta menilai pemerintah perlu menyorot peran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Sebab, dalam kasus ini menunjukkan bahwa layanan BPJS masih kacau.
"Menurut saya, BPJS kacau balau. Perbandingan dengan Askes, di mana saat ada yang darurat, boleh memilih RS mana aja meski tidak masuk dalam Askes, setelah stabil rujukannya ke rumah sakit yang masuk Askes," ujar Marius di Jakarta, Selasa (12/9).
Tidak hanya itu, di masa Askes terdahulu, penanganan keadaan darurat sudah dijamin sejak awal dengan kerjasama bersama pihak dinas kesehatan. "Bayi Debora sebenarnya bisa ditangani, tidak perlu sampai meninggal seperti ini. Harusnya, kasus darurat sudah ditanggung oleh dinkes sejak awal," ujarnya.
Parahnya, pihak BPJS, lanjut dia, tidak segan menyalahkan pihak provider kesehatan yang memberi pelayanan terhadap pasien. "BPJS malah menyalahkan provider-nya, dokternya atau rumah sakitnya yang dianggap salah dan dianggap ada gratifikasi dari pihak provider itu. Padahal, seharusnya standarnya BPJS yang sudah memberi jaminan pelayanan darurat sejak awal," kata dia.
Sementara itu, Pengamat Komunikasi Politik Universitas Paramadina Hendri satrio menilai kasus Debora menunjukkan masih lemahnya komunikasi dan koordinasi antara pengelola BPJS Kesehatan dan provider BPJS. "Jadi, saya makin paham kenapa Presiden sampai dua tahun berturut-turut meminta setiap lembaga negara untuk saling berkoordinasi dan berkomunikasi dengan baik. Nah, di wilayah kesehatan ternyata demikian juga, komunikasi antara Pengelola BPJS kesehatan dan provider BPJS pun ternyata komunikasinya tidak lancar sehingga kasus ini terjadi dan memakan korban," ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, masalah layanan BPJS yang hingga saat ini masih menjadi sorotan masyarakat. Misal, lanjutnya, mengenai perlakuan BPJS kepada para dokter yang di berbagai perbincangan publik diduga tidak manusiawi karena dibayar terlalu kecil. "Ini pekerjaan rumah besar bagi Kemenkes dan BPJS agar kasus Debora tidak terjadi lagi, percuma bila pelayanan rumah sakit sudah baik, tapi gara-gara komunikasi tersendat, ujungnya nyawa rakyat terancam," ujarnya.