REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa Hukum Setya Novanto dalam sidang praperadilan, Ida Jaka Mulyana menuturkan kliennya saat menjabat ketua fraksi Partai Golkar di DPR periode 2009-2014 tidak mungkin memfasilitasi ataupun mengarahkan proses pemenangan tender proyek pengadaan KTP-el. Proyek ini berada di bawah komisi II DPR yang bermitra dengan Kemendagri.
Sebab, Jaka mengatakan, di komisi II DPR pada masa berlangsungnya penganggaran proyek KTP-el, terdapat banyak fraksi yang tidak hanya fraksi Partai Golkar. Sehingga tidak mungkin Novanto mempunyai kewenangan atau kuasa untuk melakukan tindak pidana korupsi.
"Mengingat tuduhan pemohon adalah sebagai ketua fraksi Golkar jelas tidak berdasar karena tidak mungkin memiliki kewenangan atau kuasa untuk mengarahkan atau memfasilitasi melakukan tindak pidana a quo, ini hanya asumsi semata yang tidak didasarkan pada dasar penyidikan menurut hukum," tutur Jaka di sidang praperadilan Setya Novanto, di PN Jakarta Selatan, Rabu (20/9).
Jaka melanjutkan, Novanto hanya melakukan pengawasan terhadap kinerja anggotanya di komisi II. Apalagi, ada lebih dari satu fraksi di komisi tersebut. "Sehingga tidak mungkin mempunyai kewenangan atau memfasilitasi anggota DPR komisi II yang terdiri bukan dari fraksi pemohon (Novanto) saja tapi juga ada fraksi lain sehingga sangat mengada-ada," tambah dia.
Karena itu, tim kuasa hukum Novanto beranggapan bahwa penetapan tersangka terhadap kliennya itu hanya berdasarkan asumsi dan meminjam alat bukti pada perkara orang lain yakni Irman dan Sugiharto. "Sehingga cacat hukum karena tidak boleh suatu perkara hukum untuk membuktikan perkara yang lain," kata dia.