REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Pemerintah Korea Selatan (Korsel) telah menyetujui paket bantuan kemanusiaan senilai 8 juta dolar AS untuk tetangganya Korea Utara (Korut). Tindakan Korsel ini bertentangan dengan seruan sekutunya, yakni Jepang dan AS, yang mendesak agar Pyongyang tetap mendapatkan tekanan ekonomi.
Kementerian Unifikasi Korsel sepakat untuk menyediakan dana yang akan digunakan untuk membantu anak-anak dan perempuan hamil di Korut. Mereka menilai bantuan kemanusiaan untuk Korut yang tengah dilanda krisis tidak boleh terpengaruh oleh meningatnya ketegangan politik di Semenanjung Korea.
Pemerintah telah secara konsisten mengatakan akan mengupayakan bantuan kemanusiaan untuk Korut dengan mempertimbangkan kondisi buruk di antara anak-anak dan wanita hamil di sana, ungkap Menteri Unifikasi Korsel Cho Myung-gyon, seperti dilaporkan laman The Guardian, Kamis (21/9).
Ia pun mengaku telah mengatur mekanisme penyaluran bantuanagar tak dimanfaatkan pemerintah Korut untuk mengembangkan proyek senjatanya. Hal ini dilakukan dengan cara tidak memberikan pembayaran tunai.
Dari 8 juta dolar AS yang akan disumbangkan, sekitar 4,5 juta dolar di antaranya akan disalurkan Korsel ke Program Pangan Dunia PBB. Dana itu nantinya akan dikelola PBB untuk menyediakan sumber nutrisi untukanak-anak dan wanita hamil di Korut.
Kemudian 3,5 juta dolar lainnya akan dikirim Korsel ke UNICEF. Dana tersebut akan digunakan untuk program vaksinasi dan perawatan diare, penyakit pernapasan akut, serta kekurangan gizi di kalangan anak-anak Korut. Jadi tidak ada kemungkinan secara realistis bahwa bantuan ini dapat berguna bagi militer Korut, ujar Cho Myung-gyon.
Direktur regional UNICEF untuk Asia Timur dan Pasifik Karin Hulshof mengatakan bahwa anak-anak di Korut memang sedang menghadapi masa-masa terburuk. "Hari ini kami memperkirakan bahwa ada sekitar 200 ribu anak-anak terkena malnutrisi akut, meningkatkan risiko kematian. Makanan dan obat-obatan serta peralatan untuk mengobati anak-anak masih kekurangan pasokan," kata Hulshof.
PBB memperkirakan, 18 juta dari 25 juta orang di Korut memerlukan bantuan kemanusiaan akibat kekurangan pangan dan gizi. Menurut WHO, angka kematian balita di Korut mencapai sekitar 25 per 1.000. Sedangkan di Korsel hanya 3 per 1.000.
Kendati Korsel memiliki alasan kuat untuk memberi bantuan kemanusiaan kepada Korut, namun hal tersebut berpotensi menyebabkan retaknya hubungan mereka dengan Jepang dan AS. Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dilaporkan telah menghubungi Presiden Korea Selatan Moon Jae-in untuk mempertimbangkan lagi pengiriman bantuan untuk Korut tersebut. Namun tampaknya permintaan Abe tersebut tak terlalu diacuhkan oleh Moon.
Tak hanya berpotensi menyebabkan retaknya hubungan dengan AS dan Jepang, pengiriman bantuan kemanusiaa ke Korut pun menyebabkan popularitas Moon di dalam negeri menurun. Realmeter, sebuah organisasi pemungutan suara di Korsel mengatakan bahwa pengiriman bantuan ke Korut memang telah menekan popularitas sang presiden. Walaupun rating persetujuannya masih cukup tinggi, yakni di atas 65 persen.
Korsel dan Korut diketahui sedang bersitegang akibat aktivitas rudal yang kian intens oleh Pyongyang. Kedua negara ini memang belum mendeklarasikan perdamaian sejak terlibat Perang Korea pada 1950-1953 silam. Korsel dan Korut hanya mengumumkan gencatan senjata pada masa-masa akhir peperangan.