REPUBLIKA.CO.ID, BANDARLAMPUNG -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung memberlakukan registrasi pangan kepada produsen beras di Lampung per 1 September 2017. Registrasi tersebut untuk meningkatkan keamanan pangan segar dan rasa aman bagi konsumen baik kualitas dan harganya.
Kabag Humas dan Komunikasi Publik Setdaprov Lampung Heriyansyah mengatakan, produsen beras wajib meregistrasi produknya sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 31/Permentan/PP.130/8/2017 tentang Kelas Mutu Beras. Kemudian, merujuk pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57/M-Dag/Per/8/2017 tentang Penetapan Harga Eceran Tertingi (HET) Beras.
Nantinya, beras yang terregistrasi ada label pangan dan HET-nya, kata Heriyansyah, Senin (25/9). Kewajiban registrasi bagi produsen beras ini, ia mengatakan agar konsumen merasa aman dengan tanaman segar tersebut dan jelas harganya.
Menurut dia, gubernur Lampung menjadi provinsi ini sebagai sentra pangan nasional, sehingga harus menjadi pelopor keamanan pangan, terutama beras. Saat ini, produksi beras di sentra produksi beras di Lampung mencapai 4,4 juta ton gabah kering giling (GKG) pada tahun 2017.
Tingginya produksi beras di Lampung, ia mengatakan sertifikasi produk tersebut akan meningkatkan daya saing produk asal Lampung. "Jika semua beras dalam kemasan teregistrasi, tentunya akan mudah bersaing di pasar retail moderen," kata Gubernur seperti dituturkan Heriyansyah.
Menurut data Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Lampung, sejak ketentuan itu berlaku ada empat produsen yang mengantongi Registrasi PSAT. Jumlah itu masih tergolong kecil, karena jumlah penggilingan padi besar di Lampung tercatat 72 dan 476 penggilingan padi menengah. Pemprov meminta para pengusaha beras dalam kemasan segera meregistrasi produknya agar bebas dipasarkan baik di retail moderen maupun tradisional.
Keamanan pangan merupakan salah satu kesepakatan pemerintah dalam memberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Semua produk asal Indonesia yang akan masuk ke pasar ASEAN wajib memenuhi standar bebas bahan berbahaya seperti formalin, boraks, residu pestisida, logam berat, dan hormon di atas batas ketetapan.
Sertifikasi dan registrasi pangan segar di Provinsi Lampung, menurut Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kusnardi, masih bersifat sukarela. Itu sebabnya, jumlah yang teregistrasi masih jauh dari potensi. "Umumnya, pangan segar yang diregistrasi itu karena masuk pasar moderen," kata Kusnardi.
Hingga 2017, Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Lampung melalui Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah menerbitkan sertifikasi pangan Prima 3 untuk 14 komoditas pangan yakni pisang untuk 20 pelaku usaha. Kemudian manggis (52 pelaku usaha), nanas (19), buah naga (17), salak (32), jeruk (64), pepaya kalifornia (tiga), kencur (30), cabe (lima), sayuran (10), jambu kristal (satu), melon (tujuh), dan pala (satu).
Sertifikat Prima 3, menurut Kusnardi, diberikan kepada petani dan kelompok tani yang memenuhi persyaratan sistem jaminan mutu dan aspek keamanan pangan. "Biasanya, pangan segar yang meraih Prima 3 ini ada label di produknya," katanya.
Produk pangan Prima 3, banyak masuk retail moderen baik di Lampung maupun luar Lampung. Menurut Kusnardi, retail moderen memang mewajibkan produk pangan segar bersertifikat Prima 3. Banyak keuntungan yang didapat petani jika produknya bersertifikat Prima 3. Selain jaminan keamanan pangan, juga harganya lebih tinggi.