REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, enggan memberikan tanggapan terkait dugaan kecurigaan terhadap putusan hakim praperadilan Setya Novanto pada Jumat (29/9). Febri menegaskan jika bukti permulaan terhadap keterlibatan Novanto dalam kasus korupsi pengadaan KTP-el sudah ada sejak penyelidikan pada 2013.
"Terkait apakah ada kecurigaan (kepada hakim) atau tidak, saat ini kami lebih fokus kepada substansi dan materi perkara," ujar Febri di Jakarta, Ahad (1/10).
Dia melanjutkan, KPK sedang menganalisis pertimbangan yang dijadikan rujukan hakim dalam memutus mengabulkan praperadilan Novanto. Salah satu pertimbangannya yakni proses penyidikan terhadap Ketua Umum Partai Golkar itu tidak memiliki bukti yang cukup.
"Kami sudah buktikan di persidangan bahwa bukti-bukti itu sudah ada bahkan sejak proses penyelidikan sekitar 2013 lalu. Proses itu tentu untuk proses korupsi KTP-el secara keseluruhan," kata dia.
Meski demikian, KPK tetap menghormati putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan itu. Sejumlah catatan mengenai bukti tidak akan mengubah putusan yang sudah dijatuhkan pada Jumat.
"Karena itu, yang akan kami lakukan ke depan adalah apa saja (langkah) yang sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan kami akan melakukan pembahasan jauh ebih cermat. Kami sangat yakin indikasi korupsi ini sangat kuat," ujar Febri.
Pada Jumat, Hakim Cepi Iskandar mengabulkan gugatan praperadilan yang diajukan oleh Setya Novanto. Hakim menjelaskan, penetapan Novanto oleh KPK sudah dilakukan pada saat awal penyidikan.
Padahal, penetapan ini semestinya dilakukan pada akhir tahap penyidikan perkara. Sementara itu, terkait alat bukti juga dipersoalakan oleh hakim.
Hakim Cepi berpendapat, alat bukti yang diajukan oleh KPK berasal dari penyidikan tersangka KTP-el sebelumnya, yakni Irman dan Sugiharto. Menurut Hakim Cepi, alat bukti yang digunakan dalam perkara sebelumnya itu tidak bisa digunakan untuk menangani perkara selanjutnya.
KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka KTP-el pada 17 Juli lalu. Ketua Umum Golkar itu selanjutnya mengajukan praperadilan pada 4 September.