REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Hifdzil Alim menyatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih memiliki peluang yang besar untuk dapat mentersangkakan kembali Setya Novanto. "Masih terbuka lebar (mentersangkakan kembali Setnov). (Masyarakat) Tidak perlu cemas," kata dia saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (3/10).
Hifdzil mengakui hakim tunggal praperadilan Setya Novanto, Cepi Iskandar, menyatakan bahwa dua alat bukti yang digunakan untuk menetapan Novanto tersangka adalah tidak sah dan cacat hukum. Namun, menurutnya, KPK tentu tidak hanya memiliki sedikit bukti.
Sebelumnya, ahli ilmu hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda meminta KPK mempelajari dengan cermat putusan praperadilan Novanto. Chairul juga mengimbau pihak KPK untuk belajar dari kepemimpinan KPK yang lalu. "Jangan asal njeplak. Kasus BG (Budi Gunawan) setelah kalah praperadilan dilimpahkan KPK ke Kejaksaan. Kasus Hadi Purnomo setelah kalah praperadilan KPK melakukan kasasi. Kasus Ilham Sirajuddin setelah kalah praperadilan KPK mengeluarkan sprindik baru," terang dia.
Pada Jumat (29/9), Hakim Cepi Iskandar mengabulkan sebagian permohonan praperadilan yang diajukan Setya Novanto. Cepi pun membatalkan status tersangka Novanto dalam kasus korupsi proyek KTP-el yang disidik KPK. Namun, KPK memastikan akan terus menyidik kasus Novanto sambil memperpanjang masa pencegahan ke luar negeri hingga April 2018.
Cepi dalam pertimbangan putusannya menyatakan bukti yang diperoleh KPK dalam menetapkan Novanto sebagai tersangka, bukan hasil dari penerbitan surat perintah penyidikan (sprindik) untuk Ketua DPR RI itu sendiri. "Menimbang bahwa berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh oleh termohon (KPK) dan pemeriksaan sejumlah saksi, setelah diperiksa bukti-bukti yang diperoleh termohon bukan hasil dari sprindik nomor 56/01/07/2017 sebelum ditetapkan sebagai tersangka," kata Hakim Cepi.