Selasa 03 Oct 2017 19:04 WIB

Delapan Ekor Malu-Malu Dilepasliarkan di Padang

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Yudha Manggala P Putra
Petugas dari Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia dan  International Animal Rescue (IAR) memeriksa kukang Jawa (Nycticebus javanicus) yang akan dipindahkan ke kandang habituasi di Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai, Kuningan, Jawa Barat, Senin (8/5).
Foto: Antara/Dhedez Anggara
Petugas dari Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia dan International Animal Rescue (IAR) memeriksa kukang Jawa (Nycticebus javanicus) yang akan dipindahkan ke kandang habituasi di Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai, Kuningan, Jawa Barat, Senin (8/5).

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Sebanyak delapan ekor kukang atau sering disebut malu-malu (Nycticebus coucang), dilepasliarkan di Taman Hutan Raya (Tahura) Bung Hatta di Indarung, Padang, Sumatra Barat.  Kedelapan ekor kukang tersebut merupakan hasil penyelidikan Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Seksi Wilayah II Pekanbaru Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Harimau.

Dua pekan lalu, sebanyak 9 ekor kukang diselamatkan dari upaya perdagangan satwa langka di Agam, Sumatra Barat. Namun karena satu ekor mati, hanya delapan ekor yang pada Selasa (3/10) dilepasliarkan.

Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rasio Ridho 'Roy' Sani mengatakan, upaya pencegahan dan penanganan terhadap perdagangan tumbuhan dan satwa dilindungi bertujuan untuk memberikan efek jera. Hingga saat ini misalnya, kedua tersangka atas upaya perdagangan kukang sudah diamankan di Polda Sumatra Barat.

"Karena ancaman semakin meningkat, makanya kami kerja sama dengan LSM dan masyarakat. Tujuan kami adalah adanya efek jera bagi pelaku pemburu dan perdagangan liar. Masyarakat yang tahu segera laporkan," ujar Roy usai melepasliarkan kedelapan kukang di Tahura Bung Hatta, Selasa (3/10).

Sementara itu, Manajer Kalaweit Asferi Ardianto mengungkapkan bahwa kondisi lingkungan dan ekosistem di Tahura Bung Hatta sangat sesuai dengan habitat asli kukang yang dilepasliarkan. Tahuran Bung Hatta yang berada di ketinggian 500-600 meter di atas permukaan laut (mdpl), menurut Asferi, bisa memenuhi kebutuhan hidup kukang termasuk menyangkut sumber makanannya yakni serangga dan buah-buahan.

"Dan kondisi hutan dan tajuknya masih bersatu dan tidak ada gangguan dan dari keanekaragaman tumbuhan masih memungkinkan kita bisa lepas," kata Asferi.

Dua pekan lalu sebanyak sembilan ekor kukang diamankan di Lubuk Basung dan Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatra Barat. Rinciannya, sebanyak enam ekor di antaranya diamankan seorang mantan aktivis lingkungan berinisial J di Lubuk Basung pada Rabu (20/9) dan tiga ekor sisanya diamankan dari seorang tukang ojek berinisial H di Maninjau pada Kamis (21/9). Kukang sendiri dikelompokkan ke dalam Apendiks I, yakni satwa liar yang dilarang dalam segala bentuk perdagangan.

Kukang sendiri tergolong dalam primata nokturnal yang aktif di malam hari. Bahkan kukang atau malu-malu juga termasuk dalam daftar 25 primata terancam punah di dunia.

Catatan dari Pusat Rehabilitasi Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (Yayasan IAR Indonesia), kukang terancam punah akibat kerusakan habitat, perburuan dan perdagangan untuk pemeliharaan serta digunakan untuk kebutuhan medis atau spiritual.

Berdasarkan hasil penelusuran, sepanjang 2015-2016 ada lebih 1.500 individu kukang yang diambil paksa dari habitat, dengan angka perputaran uang di pasar mencapai Rp 500 juta dalam setahun.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement