REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPP Garda NKRI menolak dengan keras dan tegas larangan beribadah terhadap Muslim Uighur di daerah otonom Provinsi Xinjiang oleh Pemerintah Cina. Ketua Umum Garda NKRI, Haris Pratama mengatakan, pelarangan kebijakan itu sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip humanistik yang menjadi spirit nilai dalam pemerintahan pada abad modern.
“Sebab, bertentangan dengan HAM yang menghargai kebebasan orang beragama sebagaimana termaktub dalam pernyataan umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia PBB Pasal 18. "bahwa setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama,” kata Haris dalam siaran pers kepada republika.co.id, Selasa (3/10).
Haris mengamati adanya generalisasi stigma negatif oleh Pemerintah Cina bahwa Muslim di Xinjiang sebagai teroris. Hal itu jelas termasuk tindakan yang anomalistik dan diskriminatif. Pelarangan ibadah bagi Muslim Uighur oleh Pemerintah Cina, kata dia, sangat tidak berdasar bilamana sebatas dilihat dari hubungan masyarakat Xianjiang yang beragama Islam. “Tidak ada satupun agama di dunia ini yang mengafirmasi sikap-sikap diskriminatif dengan dalih apapun,” katanya.
Sementara itu, Sekjen DPP Garda NKRI Firman Firdhousi menilai, guna menjaga semangat humanistik yang telah menjadi prinsip universal umat beragama agar saling menghormati dan menghargai kebebasan dalam menganut dan menjalankan sebuah ajaran agama. Dia merasa prihatin Muslim Uighur dilarang menunaikan ibadah. “Kami menyerukan kepada Pemerintah Cina melalui kedubesnya di Indonesia untuk mencabut pelarangan beribadah bagi umat Muslim Uighur apapun bentuknya,” ujar Firman.