Kamis 05 Oct 2017 19:30 WIB

Di RDP Komisi X DPR, Djaali Membantah Tudingan

Rep: Kabul Astuti/ Red: Bilal Ramadhan
Rektor UNJ Djaali
Foto: Republika / Darmawan
Rektor UNJ Djaali

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Prof Djaali membantah semua tuduhan terhadapnya dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi X DPR RI, di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Kamis (5/10). Temuan Kemenristekdikti menyebutkan, jumlah mahasiswa bimbingan rektor UNJ ini mencapai 327 orang selama kurun waktu 2012-2016.

Djaali mengatakan ada pengaburan fakta dalam persoalan jumlah mahasiswa bimbingan. Djaali mengklaim angka 327 orang itu terdiri dari 21 angkatan. Sebagian ada yang masuk kuliah pada tahun 1997-1998.

"Kalau orang lulus dari 2012-2016, itu tidak berarti mereka hanya dibimbing dari 2012-2016. Angka 327 yang beredar di media itu adalah jumlah bimbingan saya sebetulnya selama 21 tahun," kata Djaali dalam rapat dengar pendapat di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Kamis (5/10).

Djaali menolak tudingan ada kerja-kerja borongan di UNJ seperti yang dilaporkan oleh tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) Kemenristekdikti. Meskipun, Djaali tidak membantah bahwa jumlah mahasiswa bimbingannya sangat banyak. Menurut dia, banyak mahasiswa memintanya menjadi promotor, bahkan beberapa orang sampai datang ke rumah.

"Karena memang orang suka, Pak. Minta saya, Pak. Banyak orang sudah stroke baru minta saya. Dibimbing orang lain sudah lima tahun akhirnya stroke karena katanya dipersulit, sembuh strokenya, saya ditugasi untuk membimbing orang itu. Saya bimbing Alhamdulillah kurang dari satu tahun lulus," kata Djaali.

Dalam rapat dengar pendapat tersebut, Djaali mengaku sebetulnya tidak masalah diberhentikan dari jabatan rektor UNJ. Ia hanya mempersoalkan pencemaran nama baik akibat pemberhentiannya dari jabatan rektor oleh Kemenristekdikti dalam konteks kisruh pelanggaran akademik di UNJ.

Djaali juga mengklarifikasi hasil temuan tim EKA tentang proses perkuliahan dan jadwal yang dipadatkan. Ia mengakui bahwa ada satu mata kuliah yang dosennya hanya mengajar selama dua hari. Tapi menurut Djaali, itu hanya terjadi pada satu mata kuliah, sementara mahasiswa mendapatkan 14 mata kuliah.

Djaali menjelaskan para mahasiswa ini bukan kelas jauh ataupun kelas kerja sama. Tapi, kelas biasa yang kemudian disebut kelas khusus karena satu rombongan semuanya berasal dari Kemendagri. Permintaan mereka disetujui dengan alasan penjadwalan. Misalnya, kuliah Jumat-Sabtu bisa dipindahkan ke hari lain apabila berhalangan karena sama-sama dari satu instansi.

"Persoalan ada tanda tangan yang dipalsukan itu kan bukan urusan rektor sebetulnya. Itu kan urusan pegawai, dosen, mahasiswa. Saya kira rektor untuk sampai ke absen itu mungkin terlalu jauh," kata Djaali.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement