REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rapat pleno membahas evaluasi elektabilitas Partai Golkar yang berujung rekomendasi penonaktifan Setya Novanto dari ketua umum, nampaknya tidak akan terlaksana. Hal ini pasca digugurkannya status tersangka Novanto dan juga telah sembuhnya Novanto dari sejumlah sakit yang diderita selama menjadi tersangka KPK.
Hal ini ditegaskan Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Partai Golkar Idrus Marham yang menyebut tidak perlu lagi dilakukan rapat pleno DPP membahas pergantian ketua umum. "Tidak ada (rapat pleno), itu sudah selesai. Ini sudah selesai semua," ujar Idrus usai memimpin rapat persiapan Rakernas Partai Golkar di Hotel Sultan, Jakarta pada Kamis (5/10) malam.
Ia menganggap selesai hasil kajian elektabilitas Partai Golkar dan tidak perlu ditindaklanjuti. Ia beralasan, karena hasil rekomendasi tersebut belum tuntas dan hanya berbasis hasil survei pihak eksternal Partai Golkar. Seharusnya, Idrus mengataan, hasil rekomendasi juga dilakukan secara mandiri oleh Partai Golkar.
"Mestinya dilakukan tapi kemarin belum, sehingga dengan demikian itu sudah kita anggap selesai, kita tidak tindaklanjuti ya," kata Idrus.
Karenanya, perdebatan soal pergantian Novanto dari kursi ketua umum tidak perlu dilanjutkan kembali. Apalagi usai keluar dari rumah sakit, Novanto telah memberi memo kepada dirinya untuk kembali aktif sebagai ketua umum. "Jadi SN (Setua Novanto) kembali memimpin dan juga sudah mengeluarkan memo kepada saya bahwa beliau akan kembali memimpin setelah sakit kemaren dan aktif sebagai Ketum DPP Golkar," ungkap Idrus.
Karenanya, ia menilai tidak perlu lagi semua pihak membahas rekomendasi tersebut. Sekalipun hal tersebut merupakan hasil kajian di bawah Koordinator Bidang Tim Kajian Strategis dan Koordinator bidang Polhukam Partai Golkar Yorrys Raweyai.
"Ya aspirasi, ya bisa saja disampaikan. Dan sekali lagi bahwa Setnov sebagai ketum, karena setelah sembuh dan mengatakan siap kembali aktif. kita akan fokus pada kegiatan-kegiatan partai yang ada. Jadi enggak perlu lagi (bahas rekomendasi, Red)," katanya.
Rekomendasi pergantian Setya Novanto dari kursi Ketua Umum Partai Golkar pengurus dan kader Partai Golkar muncul setelah adanya rekomendasi politik dari tim kajian Elektabilitas Partai Golkar. Hasil kajian meminta agar Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto dinonaktifkan dan menunjuk pelaksana ketua umum.
Rapat harian pun meminta agar rekomendasi tersebut disampaikan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham dan Ketua Harian DPP Golkar Nurdin Halid kepada Setyna Novanto untuk dibahas selanjutnya pada rapat pleno DPP Partai Golkar. Namun demikian, pleno DPP Golkar untuk membahas pergantian Novanto sempat ditunda dua kali dan berujung tak pernah terlaksana hingga saat ini.
Rekomendasi untuk dilakukan pergantian ketua umum itu diketahui muncul karena terus menurunnya elektabilitas Partai Golkar. Hal itu ditengarai banyaknya kader Golkar yang terjerat kasus korupsi, salah satunya Novanto yang sempat menjadi tersangka kasus dugaan korupsi proyek KTP-el.
"KTP-el sudah jadi konsumsi publik, baik luar atau di dalam. Caranya gimana untuk bisa menyetop. Tidak mungkin ini kalian (media) dari waktu ke waktu setiap bertemu pengurus Golkar selalu ada pertanyaan. Caranya gimana. Ya menggantikan. Kalau sudah digantikan orang baru, maka ini akan hilang," ujar Korbid Polhukam Partai Golkar Yorrys Raweyai.