REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bagaimana situasi studi keislaman kini? Batas antara Barat dan Timur saat ini jauh lebih cair. Migrasi penduduk secara global dan perkembangan teknologi informasi ikut menyebabkan studi keislaman tidak lagi eksklusif hanya bagi orientalis atau sarjana-sarjana asal Barat.
Tema-tema yang bernada universal, semisal perbandingan agama-agama, dialog antarumat, studi gender dan hak asasi manusia, kini mulai dibahas dalam payung studi keislaman. Dengan begitu, bidang keilmuan ini menjadi kian interdisipliner. Malahan, sifat itu cukup selaras dengan karakteristik Islam sebagai agama yang secara holistik mengatur perikehidupan manusia. Demikian menurut Afroz Ahmad Bisati dalam artikelnya, Islamic Studies As A University Discipline: Origin and Development.
Saat ini, studi keislaman telah menjadi disiplin yang cukup mudah dijumpai di kampus-kampus ternama internasional. Zainal Abidin dalam artikel Islamic Studies dalam Konteks Global dan Perkembangannya di Indonesia, menyebut banyaknya sarjana Muslim yang berguru ke Eropa dan Amerika untuk mempelajari Islam dari perspektif Barat sejak abad ke-20.
Kembali ke Tanah Air, mereka kemudian mengajarkan ilmunya di pelbagai kampus, utamanya sekolah-sekolah tinggi atau universitas agama Islam. Untuk kasus Indonesia, lulusan itu di antaranya berasal dari Universitas Mc Gill (Kanada), Universitas Sorbone (Prancis), Universitas Leiden (Belanda), Universitas California dan Universitas Chicago (Amerika Serikat).
Dalam perkembangan terkini, kalangan sarjana yang di luar konteks Barat dan Muslim pun cukup tertarik pada studi keislaman.
Zainal Abidin mencontohkan Sachiko Murata, intelektual asal Jepang, yang menulis The Tao of Islam:A Source on Gender Relationship in Islamic Thougth.
Tentunya, di era pascakolonial ini, banyak orang Islam yang menjadi tokoh penting dalam konteks studi keislaman. Misalnya, Mohammad Arkoun, Hasan Hanafi, Abdullah Ahmad an-Naim, dan Nasr Hamid Abu Zaid.
Atho' Mudzhar dalam bukunya, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktik, memaparkan bagaimana dalam akhir abad ke-20 studi keislaman kian pesat di Eropa dan Amerika. Di benua yang tersebut terakhir itu, sejumlah kampus menjadikan studi keislaman sebagai jurusan yang berprestise tinggi.
Misalnya, Universitas Chicago, yang memiliki fakultas studi keislaman dengan fokus pada sejarah pemikiran Islam klasik dan masyarakat Muslim, meski tetap memasukkan kajian ini pada payung Studi Timur Tengah dan Timur Dekat.
Masih di Amerika, ada pula Universitas Calfornia, yang mana jurusan studi keislaman meliputi kajian tentang doktrin, sejarah, dan pemikiran Islam serta bahasa-bahasa Arab dan bahasa non-Arab lainnya yang dipakai masyarakat Muslim. Adapun di Inggris, studi keislaman yang terkemuka ada di SOAS London yang memang lama memiliki tradisi orientalisme tersendiri.