REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Direktur Imparsial Gufron Mabruri mengatakan saat ini pemerintah telah berusaha mengevaluasi praktik hukuman mati di Indonesia. Pemerintah menempatkannya sebagai hukuman yang diancamkan secara alternatif dan bersifat khusus.
Meskipun masih menjadi bagian pidana pokok dalam Rancangan KUHP, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menurut Gufron juga pernah mensinyalkan Indonesia akan bergerak ke arah moratorium dan bahkan penghapusan hukuman mati pada suatu kesempatan di akhir tahun 2016. Namun rencana eksekusi mati gelombang IV yang nyata menjadi hambatan serius moratorium dan penghapusan tersebut.
"Karenanya kami mendesak agar pemerintah Indonesia membatalkan semua rencana eksekusi mati pada masa yang akan datang. Dan secepatnya memberlakukan moratorium hukuman mati serta menghapus pidana mati dalam sistem hukum di Indonesia sebagai tujuan akhir," kata Gufron, Ahad (9/10).
Dia juga menilai pemerintah perlu membentuk tim independen untuk menelaah kasus-kasus terpidana mati yang terindikasi adanya praktik peradilan yang tidak adil (//unfair trial). Dia menegaskan, pemerintah dan DPR harus menghapuskan pidana mati dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Setiap tahunnya, pada 10 Oktober diperingati sebagai Hari Anti Hukuman Mati Sedunia. Indonesia merupakan satu dari sedikit negara di dunia yang saat ini masih mempraktikkan hukuman mati.
Dari 198 negara di dunia, 141 negara di antaranya telah menghapuskan jenis pemidanaan ini baik dalam praktik maupun sistem hukum mereka. Hanya 57 negara yang masih mempraktikkan hukuman mati, termasuk Indonesia.
Imparsial mencatat, secara keseluruhan Indonesia telah melakukan total 84 eksekusi mati sejak awal tahun 1960an, lebih dari separuhnya bahkan justru dilakukan pada Era Reformasi, yakni sebanyak 45 eksekusi. Penjatuhan vonis mati pada Era Reformasi juga tercatat cukup tinggi, yakni mencapai 350 vonis mati pada semua tingkat peradilan.
Pemerintah Jokowi-JK juga juga tercatat sebagai pemerintahan yang terbilang cukup sering melakukan eksekusi mati. Sejak dilantik Oktober 2014 hingga Oktober 2017, pemerintahan Jokowi-JK telah melakukan eksekusi mati terhadap 18 terpidana mati. Tercatat pada 18 Januari 2015 (6 orang), 29 April 2015 (8 orang), serta 29 Juli 2016 (4 orang). Dalam tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK, penjatuhan vonis mati kepada terpidana pun meningkat, yaitu mencapai total 136 vonis mati baru.
Peningkatan jumlah eksekusi maupun penjatuhan vonis mati pada Era Jokowi-JK didasarkan kepada alasan darurat narkoba. Padahal, Gufron mengatakan, tidak terdapat bukti yang kuat dan objektif bahwa eksekusi mati yang dilakukan selama ini berkorelasi dengan naik turunnya angka kejahatan narkoba di Indonesia. Berdasarkan data yang dirilis BNN pasca eksekusi mati tahun 2015, jumlah pengguna narkoba justru meningkat.