REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Museum Pusaka Batak Toba dan Pusat Studi Budaya Batak akhirnya diresmikan Pemerintah Kabupaten Samosir, Sumatra Utara, pada 12 Oktober lalu. Museum ini diharapkan menjadi pusat pembelajaran budaya Batak.
"Kami berharap dengan berdirinya museum dan pusat studi ini, maka dapat menjadi pembelajaran bagi setiap orang yang ingin belajar mengenai budaya batak," ujar pengurus Yayasan Museum Pusaka Batak Toba dan Pusat Studi Budaya Batak, BD Simanjorang, di Jakarta, Sabtu (14/7).
Berdirinya museum yang telah berbadan hukum ini, lanjut dia, dapat mendukung upaya pemerintah daerah untuk menjadikan kawasan Danau Toba menjadi daerah tujuan wisata. "Untuk mencapai tujuan itu, maka perlu dibuat kurikulum pelajaran budaya berjenjang, baik menurut umur maupun tingkat kesulitan," kata dia.
Menurut Simanjorang, latar belakang pendirian museum ini bermula sejak awal 90-an lalu. Di mana, Samosir adalah wilayah asal muasal orang Batak yang mempunyai budaya yang kaya. Namun, seiring perkembangan zaman, budaya Batak mulai terkikis dan hampir punah. Berwal dari keprihatinan inilah ada seorang cendekiawan dari Belanda yang mengumpulkan barang-barang pusaka yang masih bisa diselamatkan.
Kemudian, barang-barang bernilai sejarah itu dipelihara yang dikelola Yayasan Museum Pusaka Batak Toba dan Pusat Studi Budaya Batak sejak 27 Juni 1997. Koleksi museum yang bisa dilihat adalah gambar-gambar besar tentang kehidupan orang batak. Alat rumah tangga, alat musik, alat tenun, alat perang, dan alat lainnya.