Selasa 17 Oct 2017 19:41 WIB

KPK: Tak Ada Target Waktu Terbitkan Sprindik Baru Setnov

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
 Aksi Mahasiswa Ciduk Setnov. Mahasiswa dari Aliansi UI Beraksi menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung KPK, Jakarta, Jumat (13/10).
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Aksi Mahasiswa Ciduk Setnov. Mahasiswa dari Aliansi UI Beraksi menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung KPK, Jakarta, Jumat (13/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, sampai saat ini penyidik KPK masih dalam tahap mempelajari putusan praperadilan Ketua DPR RI Setya Novanto dan hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan putusan praperadilan tidak menghentikan penanganan perkara. Ihwal surat perintah penyidikan (sprindik) baru untuk Ketua Umum Golkar itu, penyidik masih dipelajari dan mempertimbangkan dengan matang.

KPK, kata Febri, tak mau terburu-buru dan menghasilkan keputusan yang akan merugikan lembaga antirasuah tersebut. "Proses masih berjalan sampai saat ini (mempelajari hasil putusan praperadilan dan putusan MK). Tak ada target waktunya (mengeluarkan sprindik baru untuk Novanto). Jadi kita belum bicara masalah itu (sprindik baru), kita masih menelaah lebih lanjut putusan praperadilan dan beberapa fakta yang ada," kata Febri di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (17/10).

Sebelumnya, Febri mengatakan, saat ini penyidik masih fokus pada putusan praperadilan lantaran masih ada beberapa hal yang perlu dicermati dengan hati-hati. Febri menerangkan, pertama yang harus dicermati adalahapakah penyidikan dilakukan lebih dahulu tanpa nama tersangka atau dengan nama tersangka langsung.

"KPK memahaminya ada ketentuan khusus di UU KPK di pasal 44 ayat 1 dan 4. Jadi sejak penyelidikan kita sudah bisa mengumpulkan alat bukti dan ketika sudah ada minimal 2 kita tingkatkan ke penyidikan. karena sudah 2 alat bukti dan sesuai dengan definisi tersangka di pasal 1 angka 14 KUHAP dengan sudah ada bukti permulaan, maka sudah ada nama tersangka disana, itu pemahaman KPK," terang Febri.

Tetapi, sambung Febri, dalam ketentuan umumnya kalau hanya KUHAP maka penyidikan terlebih dulu baru penetapan tersangka. "Itu sedang kita cermati," ucapnya.

Kedua, lanjut Febri, salah satu pertimbangan yang mengatakan bahwa bukti bukti yang diajukan oleh KPK di praperadilan kemarin tidak bisa diakui lantaran bukti dari perkara yang lain (Irman dan Sugiharto).

"Padahal putusan Pengadilan Tipikor justru menegaskan dalam amar putusan kedelapan itu bahwa lebih dari 6.000 barang bukti yang digunakan kasus tersebut digunakan seluruhnya untuk perkara lain. Jadi ada dua putusan dengan pertimbangan yang berbeda," ucapnya.

Sehingga, bila KPK mengikuti putusan Tipikor, maka semua pihak yang diduga terkait kasus KTP-el pada perkara lain itu buktinya bisa digunakan. "Dan secara aturan juga seperti itu, itu yang kita cermati juga," kata dia.

Saat ini, Novanto sudah tidak lagi menjadi tersangka proyek pengadaan KTP-el setelah adanya putusan praperadilan dari Hakim Tunggal Cepi Iskandar pada Jumat (29/9) lalu yang memutus penetapan tersangka Setya Novanto oleh KPK tidak sah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement