Rabu 18 Oct 2017 11:32 WIB

PBNU dan Rabithah Alawiyah Gelar Halaqah Penguatan Ekonomi

Rep: Muhyiddin/ Red: Agus Yulianto
Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini
Foto: ROL/Fian Firatmaja
Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Rabithah Alawiyah menggelar halaqah bertajuk 'Kabar Gembira ditengah Kesulitan' dengan pembicara ulama asal Yaman, Alhabib Umar bin Salim bin Hafidz. Dalam kesempatan itu Sekretaris Jenderal PBNU, Helmy Faishal Zaini menyampaikan pentingnya pertemuan ulama untuk memecahkan masalah umat.

"Perlunya pertemuan ulama seperti ini, semoga ke depan bisa direncanakan lebih besar dan fokus kepada pemecahan masalah umat. Misal membicarakan apa kekuatan dan kelemahan kita," ujar Helmy dalam sambutannya di Crowne Hotel, Jakarta, Selasa (17/10).

Menurut Helmy, pembahasan ekonomi umat sangat penting karena data dari Bank Indonesia dari seluruh uang yang beredar di Indonesia 80 persen hanya dimiliki oleh 35 orang saja. Lebih tercengang lagi, berdasarkani data global wealth, 90 persen aset negara hanya dikuasai satu persen saja. "Secara logika sebagai mayoritas seharusnya ikut menentukan arah kebijakan negara, nyatanya masih belum," ucap Helmy.

Sementara, Ketua Umum Rabithah Alawiyah, Habib Zen bin Umar bin Smith mengatakan, bahwa penguatan ekonomi umat sebagai salah satu benteng iman dari segala godaan. "Kristenisasi bukan hanya salah para petugas, kita juga ikut andil karena tidak aktif membentengi dengan membuat penguatan ekonomi, sebagai salah satu sebabnya," ucap Habib Zen.

Hal senada juga disampaikan oleh Habib Umar bin Hafidz dalam ceramahnya bahwa pembangunan ekonomi tergantung pada niatnya. Jika diniatkan mencari ekonomi untuk berjuang di jalan Allah SWT, kata dia, maka itu jalan yang dibenarkan.

Menurut dia, hal itu seperti dalam sebuah riwayat bahwa ada anak muda pergi ke pasar, kemudian ada sahabat yang mengatakan, seandainya kekuatan digunakan untuk pergi jihad ke medan perang, maka akan lebih bermanfaat. "Namun Baginda Rasullullah menuturkan jangan mudah menilai, jika niatnya untuk menafkahi bapak dan ibunya maka fisabilillah. Jika niatnya untuk memenuhi kebutuhannya sehingga ia tidak perlu mengemis, maka fisabilillah. Tapi jika niatnya untuk menumpuk harta, pamer maka ia di jalan setan," tutur Habib Umar.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement