Kamis 19 Oct 2017 18:01 WIB

Perppu Ormas, Gerindra tak Ingin Pemerintah Jadi Otoriter

Rep: Singgih Wiryono/ Red: Andri Saubani
Wakil Ketua Komisi II DPR-RI, Riza Patria dalam selepas RDPU Perppu Ormas dengan wakil pemerintah di Komplek Parlemen Senayan, Kamis (19/10).
Foto: Republika/Singgih Wiryono
Wakil Ketua Komisi II DPR-RI, Riza Patria dalam selepas RDPU Perppu Ormas dengan wakil pemerintah di Komplek Parlemen Senayan, Kamis (19/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Gerindra, Riza Patria menilai Perppu Ormas sebagai produk arogansi pemerintah. Alasannya, menurut Riza, Perppu Ormas tersebut terkesan jelas pemerintah mengambil alih beberapa kewenangan yang seharusnya tidak dipegang pemerintah, salah satunya adalah peran pengadilan.

"Gerindra tidak ingin pemerintah menjadi otoriter, menjadi arogan," ujar dia saat ditemui di Gedung Parlemen Senayan, Kamis (19/10).

Oleh karena itu, lanjut dia, Perppu Ormas tersebut menjadi sanagat berbahaya terutaa dalam hal penafsiran anti-Pancasila. Riza mengatakan, akan dikhawatirkan terjadi pemanfaatan Perppu Ormas menjadi senjata untuk memukul lawan politik rezim penguasa.

"Nanti rezim yang berkuasa akan menggunakan perppu ini untuk mematikan lawan-lawan politik," jelas dia.

Riza menambahkan, ketika rezim berganti dan Perppu Ormas tersebut digunakan oleh rezim yang berkuasa untuk membalas dendam, bangsa Indonesia tidak akan pernah damai. Hal tersebut bisa terjadi, karena pendekatan pembentukan ormas dinilai menggunakan pendekatan subjektif dan kesewenang-wenangan.

"Terorisme saja yang nyata-nyata sangat berbahaya, berdosa, membunuh dan lain sebagainya, diproses melalui pengadilan," ujar dia mengakhiri.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) membantah anggapan Perppu Ormas yang diterbitkannya bersifat represif. Ia menegaskan, penetapan Perppu Ormas bersifat demokratis dan terbuka.

Hal ini disampaikan menanggapi pernyataan salah satu peserta yang menyebut Perppu Ormas bersifat represif dalam acara Persatuan Islam (Persis) se-Bandung Raya di masjid PP Persis, Bandung, Selasa (17/10).

"Pembuatannya demokratis. Kan ada DPR. Setuju atau tidak setuju kan bisa saja di tolak. Kan bisa juga diajukan ke MK. Represif itu kalau saya mau ini kamu harus ini, kan tidak seperti itu. Mekanisme hukum itu bisa dibatalkan oleh MK itu kan bisa kalau tidak sesuai dengan UUD," jelas Jokowi, dikutip dari siaran resmi Istana, Rabu (18/10).

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement