REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Dinamika Pemilihan Gubernur Jawa Barat (Pilgub Jabar), semakin terasa dengan langkah yang diambil Deddy Mizwar yang mendatangi DPD PDIP Jabar. Menurut pakar politik dan pemerintahan Universitas Padjajaran Bandung, Firman Manan, langkah Deddy itu cukup mengejutkan karena dilakukan dengan partai yang berbeda garis ideologi.
"Demiz (Deddy Mizwar) mempresentasikan religius, makanya diusung PKS. Tapi kenapa datang ke PDIP yang garis ideologi nasionalis," ujar Firman kepada wartawan, Kamis (19/10).
Firman menjelaskan, dengan kondisi tersebut, pesaing Demiz pada Pilgub Jawa Barat 2018 akan diuntungkan. Salah satunya, Ridwan Kamil (Emil) akan diuntungkan oleh sikap inkonsistensi Deddy tersebut. "Secara teori, ketika seorang kandidat melakukan langkah politik yang bisa menimbuilkan sentimen negatif, kompetitor bisa diuntungkan, salah satunya Kang Emil," katanya.
Oleh karena itu, Firman mengimbau pada Emil agar tidak melakukan langkah politik yang bersifat kontraproduktif seperti yang dijalani pesaingnya. Salah satunya, dengan tidak salah dalam memilih calon wakil gubernur (cawagub) yang akan dipasangkan dengannya. "Saya melihat ada nilai plus jika Kang Emil didampingi figur yang merepresentasikan kelompok religi," katanya.
Menurut Asep, jika melihat nama-nama yang muncul, figur yang tepat disandingkan dengan Emil ada pada kader Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang sudah resmi mengusung, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) meski belum menyatakan dukungan.
Hingga saat ini, kata Firman, ia tidak melihat adanya sosok agamis pada kader Partai Golongan Karya yang juga dikabarkan akan mengusung Emil. Kader Golkar yang muncul seperti Dedi Mulyadi dan Daniel Muttaqien tidak merepresentasikan kelompok agamis. "Jadi daripada dengan Golkar, lebih baik PPP. Kecuali kalau Golkar bisa memunculkan sosok agamis. Tapi di internal Golkar belum ada sosok agamis," katanya.