REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Kompleks perumahan putri raja Keraton Surakarta Hadiningrat atau disebut Keputren kini tak lagi berpenghuni. Bangunan di dalam area keraton kasunanan Surakarta ini pun sudah tak terawat.
Tak sembarang orang bisa masuk. Hanya putri-putri raja dan orang yang langsung diutus Sri Susuhunan Pakubuwana ke-13 yang bisa masuk ke dalamnya.
Rabu (19/10) malam, seorang petinggi keraton Solo memperlihatkan video hasil rekamannya kepada Republika. Petinggi keraton itu merekam beberapa sudut Keputren setelah bisa masuk ke dalam kompleks itu pada siang harinya.
Taman Keputren nampak penuh dengan sampah dedaunan, rumput-rumputnya pun tinggi menjulang. Sebuah rumah yang berada di area komplek itu terlihat kumuh, karena lama tak dirawat. "Sedih saya melihatnya, sudah tidak ada lagi yang bersih-bersih, mau diapakan Keputren," kata petinggi keraton itu.
Orang yang terakhir menghuni Keputren adalah Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Timoer Rumbai, putri dari istri pertama Pakubuwana XIII yakni Kanjeng Raden Ayu Endang Kusumaningdyah. Sejak 20 Maret 2017, tim Satgas Pancanarendra memberikan surat perintah pengosongan secara fisik bagi 17 orang (masih keluarga keraton) agar keluar dari keraton.
Termasuk Timoer Rumbai yang kala itu tinggal di Keputren. Perintah pengosongan itu bermula dari perbedaan pandangan (terkatit kebijakanyang diambil raja) antara sebagian anak-anak Sinuhun dengan ayahnya sendiri.
Republika pun menemui Gusti Timoer. Ia mengaku masih ingin tinggal di Keputren. Terlebih secara aturan adat, dia mempunyai hak untuk tinggal di Keputren lantaran masih anak raja. Untuk mengobati rasa rindunya, sesekali ia menyempatkan diri untuk melihat pintu gerbang Keputren yang selalu dikunci dan mendapat penjagaan.
Lebih dari itu, Gusti Timoer merasa sejak peristiwa pengosongan itu terjadi, kegiatan-kegiatan di Keputren pun berhenti. "Saya tak tahu kenapa sampai sekarang tidak diperbolehkan tinggal di sana. Saya juga sulit masuk ke sana karena digembok," tuturnya.
Saat ini, putri raja Solo itu tinggal bersama bibinya yakni GKR Wandasari. Tiga minggu lalu, ia memerintahkan abdi pribadinya agar masuk ke dalam Keputren. Untuk membersihkan isi rumah dan merapikan barang-barang miliknya.
Beruntung, abdi pribadinya itu dapat masuk ke dalam. Namun pada Rabu (19/10) sore, abdi dalem bernama Siyatun (52 tahun) itu didatangi tujuh orang yang di utus adik raja yakni Gusti Pangeran Haryo, Benowo. Siyatun diminta angkat kaki dari Keputren.
Sementara itu saat dikonfirmasi Kamis (19/10) siang, GPH Benowo mengakui kejadian tersebut. Menurutnya, tindakan tersebut berdasarkan titah Sinuhun. Meski ia menampik ada tindakan pengusiran. "Saya dapat kabar ada orang di dalam, makanya saya datang. Takutnya maling. Karena Sinuhun itu tahunya Keputren kosong. Tidak ada pengusiran," tuturnya.
Gusti Benowo mengatakan sejak pecahnya konflik keraton pada April lalu, Keputren memang kosong. Namun dia membantah kompleks putri raja itu tak bisa diakses. Menurutnya gerbang Keputren tak pernah dikunci. Di lain sisi, menanggapi keponakannya, Gusti Timoer yang tak lagi tinggal di Keputren, dia pun tak mampu berbuat banyak. Sebab, kata dia, hanya raja yang dapat memberikan izin tinggal di Keputren.
"Itu urusan Sinuhun, haknya Sinuhun, kalau Rumbai mengaku anaknya mestinya pakai aturan-aturan bapaknya, bilang saja sama bapaknya," kata dia.